Jumat, 31 Oktober 2008

untitled

Oktober, 31 2008

hahahahahah....hahahahaha...!!! :-D
ada apa sebenarnya denganku? mengapa aku harus bersedih? kenapa harus merasakan sakit pada hati ini?
huh! sangat lucu, memang..!
lucu?! Tapi mengapa bulir2 bening terasa menetes? Hangat, namun sangat menghujam. ah! aku memang tak bisa lagi menafikkan diri... aku berlagak
terlalu kuat dengan keadaaan dan kenyataan ini.
hal ini terjadi tidak hanya sekali, berulang kali... aku harus bisa belajar dari pengalaman lalu. harus! aku terlalu lemah untuk mengambil resiko sepahit ini. pedih! terlalu pedih untuk yang pertama kalinya. Tuhan, andai saja...
Bisakah? Bolehkah aku berandai, Tuhan? Aku mohon, sekali saja...
Biarkan aku mengetahui, beri aku petunjuk, izinkan mata hatiku menyentuh kata2 itu... Berikan kata itu untukku, yakinkan aku... Aku tak sanggup menunggu terlalu lama. Dengarlah pelasku, Tuhan...
Aku ingin mendapat kata itu sebelum waktu mengambilku. Aku ingin malaikat bersayap dan berparuh indah itu datang mengulur senyum yang kurasa paling indah daripada ekor2 merak yang amat gemulai itu, lebih menarik daripada Edensor-nya Ikal, lebih memukau daripada Bunaken...
Tuhan, aku butuh waktu...
Aku butuh jawab...

Kamis, 30 Oktober 2008

sinopsis cerpen LMCR ROHTO 2008 (doakan y...)

Oktober, 10 2008

SINOPSIS CERITA

"BIARKAN SAJAK BICARA"

Sajak baru datang lagi. Tiba-tiba saja, kutemukan ada di dalam tasku. Aku bisa menebak, pasti dari gadis pemilik senyum misterius itu. Gadis itu ternyata juniorku, dua tingkat dibawahku. Jika aku ingin jujur, sebenarnya senyum misterius itu sangat manis. Dipadukan dengan dua kuncir rambut gelombang, mata bening nan indah, memberikan sketsa wanita yang lahir dari rahim Indonesia Timur, semakin menambah pesonanya. Namun, ada satu yang kurang. Ya. Dia adalah gadis yang pendiam. Aku dan dia, sama-sama beku. Tak tahu mengapa, sajak baru ini seolah menjawab pertanyaanku tentang cinta. Apakah ia tahu apa yang kupikirkan? Tidak mungkin!

Hari ini, kulihat ia melangkah gontai di depanku. Sekilas, ia menatapku. Tidak ada lagi senyum itu. Aku rindu senyum itu. Senyum yang mampu mengaburkan bulan. Hanya ada paras kekecewaan saat ini. Hilang sudah keceriaan itu. Punah, terbakar kepatuhan terhadap wasiat moyang kami. Gadisku tidak pernah tahu, aku melebihi kecewanya, sangat.

Kisah ini menggambarkan tentang cinta dua orang remaja yang tak akan pernah bisa diungkapkan. Bukan tanpa sebab, karena mereka terlahir dan dibesarkan dalam ruang hidup “kedesaan” yang sangat menjaga kesucian cinta. Dan mereka harus rela menelan pahit karena mereka tak bisa berbuat apa-apa. Hanya sajak yang bicara…

Oktober, 22 2008

BILA AKU JATUH CINTA*


Ya Allah, jika aku jatuh cinta,

Cintakanlah aku pada seseorang

Yang melabuhkan cintanya pada-Mu

Agar bertambah kekuatanku untuk mencintai-Mu…

Ya Muhaimin, jika aku jatuh cinta,

Jagalah cintaku padanya

Agar tidak melebihi cintaku pada-Mu…

Ya Allah, jika aku jatuh hati,

Izinkanlah aku menyentuh hati seseorang

Yang hatinya tertaut pada-Mu

Agar tidak terjatuh aku

Dalam jurang cinta semu…

Ya Rabbana, jika aku jatuh hati,

Jagalah hatiku padanya

Agar tidak berpaling dari hati-Mu...

Ya Rabbul Izzati, jika aku rindu,

rindukanlah aku pada seseorang

yang merindui syahid di jalan-Mu...

ya Allah, jika aku rindu,

jagalah rinduku padanya

agar tidak lalai aku merindukan syurga-Mu…

ya Allah, jika aku menikmati cinta kekasih-Mu,

janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya

bermunajat di sepertiga malam terakhir-Mu…

Ya Allah, jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang

Menyeru manusia ke jalan-Mu...

Ya Allah, jika Kau halalkan aku merindui kekasih-Mu,

Jangan biarkan aku melampaui batas

Sehingga melupakan aku pada cinta hakiki

Dan rindu abadi hanya kepada-Mu…

Ya Allah,

Engkau Mengetahui bahwa hati ini telah terhimpun

Dalam cinta-Mu,

telah berjumpa dalam taat kepada-Mu,

telah bersatu dalam dakwah pada-Mu,

dan telah berpadu dalam membela syariat-Mu,

penuhilah hati ini dengan Nur-Mu

yang tiada pernah pudar.

Lapangkanlah dada kami dengan limpahan keimanan...

Amiiiiiiiin.... Amiiiiiiiiinn......

Ya Robbal ‘Alamiiiiinn...



dari buku "Bagaimana Mendapatkan Suami Terbaik"

/(^_^)\


puisi_kado milad dr Nazerrrr

oktober, 19 2008
untitled

Sejam yang lalu, aku berdoa...
"Bunuh rindu ini, Tuhan...
Jangan biarkan aku kalut sepanjang ingatanku padanya..."
Semenit yang lalu, aku berkata pada diri...
"Inikah hidup? Adakah hidup tanpa kerinduan?"
Tuhan...
Aku sampai pada detik ini,
pada satu pinta yang ku eja dalam getar,
lindungi dia Tuhan...
Izinkan kami bertemu
dalam suatu detik
yang akan kami lukis dengan cinta...

Makasih bgt y, sobat...

Selasa, 14 Oktober 2008

sisi lain sang penjelajah

Monday, Oktober 13 2008


Sepekan lagi. Tinggal hitungan hari. Aku akan menemui kematangan sikap. Dewasa! Tentunya, aku tak boleh bersikap kanak-kanak lagi. Ya. Tak akan ada manja. Bilakah aku mendapatinya?

Menyambut tahun kedua puluh. Jatah mengecapi dunia semakin sempit. Tidak sepantasnya ada hura-hura atau euphoria di atas suka cita. Yang ada hanya muhasabah. Fardiyahi diri dengan amalan. Siapa tahu, sebelum mencapai angka genap hitungan Masehi itu, maut menghadang. Sementara hati ini, indra ini masih berbuat zina. Syirik terhadap hasrat duniawi. Akal dipenuhi pikiran busuk! Mata, tangan, kaki, lidah, telinga. Sudahkah berada di jalan yang benar? Rabb! Ampunilah…

Dua puluh tahun. Akankah terus menuai nista? Dua puluh tahun, bukan belasan lagi. Dua puluh tahun. Ah! Terlalu berat! Tanggung jawab semakin banyak, menumpuk!

Duhai, jiwaku sesak mengingat noda-noda itu. Rabb! Jangan biarkan sesal menguasai diri. Rabb! Ampuni jika hamba tidak sepenuhnya mengabdi. Rabb! Izinkan hamba menemuiMu. Hamba ingin berada bersama orang-orang yang Engkau Sayangi. Tak ‘kan sanggup mata ini membayangkan bertemu dengan Malik sang penjaga tempat manusia-manusia nista itu… Berilah hamba hidayah, hingga saat aku dipanggil, tak ‘kan ada dera…

Duhai, Rasulku… Adakah aku salah satu dari orang yang mendapat syafaat itu?

Ringa mena pu cina, cina ro angi

Ma tua-ma to’I ntawi mbuipu mori

Aina kapea kalampa rawi sambea

Lampa rawi ma rombo, sana kai ba sarumbu

Maina made ti bae kaimu ade

Tiwara ma rada na ncoki iu dei rade

Malaisi au di sana kai ba iu

Amal ibada ma ka neo nduku ra bodo

Rindi ma riu ma da wara ntau taroa

Malanta laba mpa di dula, di dula labo

Tuta tando da, sarumbu toro tando di

Pita ba kapenta-kapenta, umbu ra ba dana…

Ede di iu ba dou, dou ma made

Ncara si cambe na hinara, hinara ba cambo

Tiwara one na raho kangampu di ruma

HAMPA BA SINCI, SINCI WEKI

WEKI DEI RADE…*

*Terima kasih buat KAPENTA WADU… /(.^_^.)\

sisi lain sang penjelajah

Monday, Oktober 13 2008

RABB! AMPUNI HAMBA..

Hati ini terlalu kotor, terlalu banyak hal yang tak pantas menodainya. Meski sepenuhnya sadar, tetapi raga selalu saja coba untuk lari dari bingkai keabdian penuh padaMu. Manusiawi! Futur! Lalu, apa arti pesan terhadap dua orang itu? ”Tak pernah ada alasan untuk tidak menjalankan syariat”. Omong kosong! Aku memang pembual! Merasa diri pintar dan tahu segalanya. Seolah manusia tanpa dosa. Suci? Huh! Itu pasti bukan aku.

Raga ini suka menikmati aib, meskipun nurani (juga hidayahMu) mengajak untuk berontak, melawan, menjauh dari hasil gubahan makhluk yang Engkau sempurnakan. Aku sungguh merindu kenikmatan berada di sisiMu, namun seolah makhluk terlaknat itu terlalu kuat untuk aku hindari. Hati ini terlalu memihak kepada kebathilan. Meski janji-janjiMu itu sudah pasti nyata.

Sebenarnya, aku mengutuk untuk memaknai arti kesepian. Kesepian meracuni keimanan. Aku menyadari itu, dan Engkau pasti mengetahuinya, karena hanya Engkaulah Yang Maha di atas Maha.

Ya. Sepi telah mengajariku untuk mengenal wajah-wajah kotor yang terlihat sangat manis itu. Sesungguhnya, aku sudah sangat rindu, ya Rabb! Seperti doa yang disebar pujangga kata kepada angin. Dan, akhirnya rindu ini menyiksa. Mengalir bersama aliran darah. Menelusup dada. Membuncah relung. Tapi, harus kucoba menafikkan meski dengan peluh keringat, karena realita dan waktu terlalu angkuh untuk mengabulkan hasrat. Ah! Sepi menodai iman.

Tapi, aku juga sesungguhnya takut. Takut jika ternyata rindu yang bergejolak ini malah menghancurkanku. Aku takut rindu ini membawaku pada limbah yang dalam, sedalam-dalamnya. Sedalam samudera api yang tidak hanya menenggelamkan, tapi juga membakar segala keangkuhan kemanusiaanku, adaku.

Pada sebatang pena,

Akan ku antarkan hasrat

Kugoreskan pinta

Agar dibawa angin yang menemani anganku mengangkasa

Kapankah mimpi itu ada?

Rabb!

Pintaku, jawablah...

Mungkinkah ia menanti?

Bilakah ia menemui dan menemani?

Aku tinggal menunggu...

Minggu, 12 Oktober 2008

cerpen baru...

(judulnya belum ada,hehe..)

Matanya nanar menatap langit. Kadang, menelusup rasa tak rela menerima takdir hidupnya. Ia bertanya pada Tuhannya, meskipun hanya dalam hati, apa sebenarnya yang diinginkan Tuhan dengan kelemahannya itu? Tapi, saat ia terus bertanya, saat itu pula ia sadar tak akan mendapatkan jawaban apa-apa.

Dia, lelaki (sebagian orang bahkan tidak menganggapnya lelaki) berusia remaja, 17 tahun. Usia yang seharusnya hidup penuh dengan warna. Ya, seharusnya begitu. Usia tujuh belas ditafsirkan sebagai usia yang bukan anak-anak lagi, sudah pantas pacaran, hidup bebas, hura-hura, penuh dengan pemberontakan, atau apapun yang menunjukkan ciri kehidupan remaja. Di usia ini, dia seharusnya sudah menduduki bangku kelas dua SMA. Tapi dia, tidak bisa menggapai semua itu. Bukan tanpa sebab, dan ia sangat menyadari hal itu... (bersambung...)
Tuesday, Oktober 07 2008

Lagi-lagi, untuk kesekian kalinya (mungkin sejak ia dinyatakan lulus dan diterima di Unhas), semua orang selalu menyebut namanya. Mungkin aku terlalu berlebihan, tapi begitulah kiranya, begitulah adanya. Setiap hari, setiap saat, nama itu selalu mewarnai kampusku. Dari kalangan manapun itu. Huwah! Aku bosan jika mendengar nama itu selalu disebut, benci! Bukan karena dia musuhku, melainkan ada sesuatu antara aku dan dia. Sesuatu yang dalam, dan tak ada orang lain yang tahu.

Ah! Sebenarnya aku tak perlu bertanya, protes, atau apapun tentang dia. Dia memang terlalu hebat! Hingga jadi bahan pembicaraan semua lapisan civitas akademika Unhas. Dia cerdas. Itu terlihat dari caranya berbicara, apalagi saat berdiskusi dengan teman-teman sepermainannya.

Ya...Ya...Ya... Dia adalah singa bersenjatakan kata!

Selasa, 07 Oktober 2008

Thursday, Oktober 02, 2008
Secret Admirer

Kau terus berceloteh, tapi aku tak akan menjawab celotehanmu
(aku hanya akan menjadi pendengar setiamu…)
Kau terus menari, tapi aku tak akan ikut menari
(aku hanya akan menjadi penontonnya…)
Kau terus bernyanyi, tapi aku tak akan menyertaimu bersenandung
(aku hanya akan menjadi pemusiknya…)
Teruslah berceloteh,
menarilah,
bernyanyilah…
Percayalah! Aku betul tak butuh apa-apa
Inginku… mengenalmu lebih jauh
Dengan celotehan, tarian dan nyanyianmu…
01.12 am: Thursday Oktober 02, 2008
Senyuman Nyamuk Kecil

Merindumu; dan tak ada sajak untukmu
Mengingatmu; dan tak ada syair untukmu
Mencintamu; dan tak ada ungkap untukmu
(tak kan pernah!)
Hanya manik-manik bening berbahasakan pilu
Menafikkan pongah dalam sepiku…
Hei!
Ada seekor nyamuk kecil tersenyum
Tatapi egoku – bodohku…
Bukan tanpa sebab, karena ia mengerti
Rindumu, kenanganmu, cintamu:
Adaku tiada padamu…