Jumat, 03 Juli 2009

untuk kawan-kawan seperjuangan

Teruntuk kawan-kawanku…

Betapa berat terasa tangan ini ketika memulai untuk memencet tuts-tuts “si otak canggih”. Sedih. Ia datang begitu saja tanpa menggubris euphoria semestinya. Tidak! Riang itu sebenarnya hanya antara ada dan tiada. Tak pantas jika senang di atas derita saudara sendiri. Apalagi saudara dalam dakwah. Ah! Aku tak pernah akan menyangka seperti ini. Ini bukan mauku! Maka, ketegaran hati seorang wanita hanya berbuah air mata…

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Senja kembali. Rutinitas aktivis dakwah seperti biasa. Kalau tidak rapat, pasti syuro’ (Lho, apa bedanya??). Di sebuah mesjid, mereka berkumpul. Membicarakan sesuatu yang sangat penting, senja ini harus terselesaikan! Waktu sudah memanggil, mengajak mereka bertarung dengannya. Dan, tidak ada pilihan lain, mereka memang harus berjuang….

Dakwah memang memaksa kita untuk dewasa. Dalam berpikir, juga bertindak. Dakwah tidak memerlukan sosok “anak mami” yang kesana-sini harus ditemani. Kedewasaan itu kini harus diperlihatkan oleh mereka. Lontaran-lontaran ide untuk masa depan kecemerlangan dakwah diurai satu-satu. Pertimbangan pun diajukan agar tidak ada hal yang menjadi batu kerikil jalan-jalan mereka. Dan, merekapun mengambil keputusan…

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Benar pesan Imam Al Ghazali pada murid-muridnya. Bahwa sesuatu yang paling berat di dunia ini bahkan yang melebihi seekor gajah bengkak adalah amanah. Dan bagi aktivis dakwah, harus dengan gembira disertai senyum berusaha meraih (bukan menyambut atau disodori) amanah apapun di depan mata. Karena dakwah memerlukan orang yang seperti itu. Karena dakwah tidak memerlukan kita, tapi kita yang memerlukan dakwah.

Pada hakekatnya, manusia memang makhluk lemah. Yang jika diberikan beban, pada awalnya akan menolak (seperti saat Allah mengangkat kita sebagai khalifah di bumi) mentah-mentah. Tapi, manusia juga punya sisi rabbaniyah dalam dirinya, yang akan melakukan apapun untuk kebaikan, termasuk menerima amanah. Apatah lagi, seorang aktivis dakwah yang notabene paham dan hafal mati tentang hal ini. Yah! Terima saja amanahmu…

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Rabbi…! Tolong bimbing hamba dalam mengemban amanah-amanah ini. Aku tak ingin jauh dari sisi-Mu hanya karena mengabaikan amanah.

Rabbi..! Beri hamba kekuatan untuk menjalani ini semua. Karena sesungguhnya kepercayaan yang diberikan saudara-saudaraku yang sepenuh hati, adalah beban bagi hamba…

Rabbi….! Kabulkanlah…………

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Saudaraku…

Mengenal kalian adalah kado terindah dalam hidupku. Kalian adalah pembimbing dan penuntun bagiku di saat kekosongan iman melandaku. Maka, pada saat kalian hilang satu-persatu tanpa bisa kucegah, aku terpaksa menelan pahit. Berusaha tegar di sela kesesakan hati… Maka, jika kalian pergi, janganlah terlalu jauh dariku, karena aku tak bisa bertahan disini tanpa kalian….

Saudaraku…

Perpisahan memang sangat menyakitkan. Dan pada saat kalian mengucap kata pisah, apakah wajar jika aku terluka? Ah! Aku terlalu mencintai kalian, saudaraku… Aku terlalu meresapi setiap detik-detik berharga bersama kalian…

Saudaraku…

Dan jika memang aku yang harus pergi saat ini, jangan lupakan aku. Tetap ingatkan aku tentang Tuhan, iman, amal dan akhlakku. Karena aku adalah pelupa. Jangan sepenuhnya lupakan akku disini, jika kalian tidak ingin melihatku terpuruk.

Saudaraku…

Aku ingin jujur saat ini…

Aku mencintai kalian, demi Rabb Semesta…

Makassar, 3 Juli 2009