Rabu, 29 Juni 2011

Jam hidup

Gambar diperoleh dari Om Google


“Jam biologis saya itu berbeda dengan orang lain. Jadi, jika ingin twit-nya segera saya balas, silakan kirim pada jam-jam tersebut. Pasti kalian akan segera mendapat balasan dari saya. Karena pagi sampai jam dua belas biasanya saya tidur.”

Itu kata-kata yang diucapkan Trinity, penulis The Naked Traveler, pada rangkaian acara Makassar Writers International Festival, beberapa hari lalu, di Museum Kota Makassar.


Nah, saya tidak akan membahas tentang Trinity atau buku best seller-nya (yang sepertinya tak pernah saya lihat di toko-toko buku). Saya hanya tertarik dengan kata “jam biologis” yang dia katakan.

Jam biologis? Saya tidak tahu pasti apa definisinya. Hanya yang saya pahami, jam biologis itu mengacu pada saat-saat produktif seseorang, atau bisa berarti jam kerja (ngantor, kerja, dsb). Itu yang saya pahami. Saya pribadi lebih suka menyebut istilah itu dengan “jam hidup”.

Jam hidup bagi saya adalah jam-jam dimana akhir-akhir ini saya meninggalkan kamar/pondokan untuk berhubungan dengan dunia luar. Istilahnya, jam hidup adalah jam keluar rumah. Nah, beberapa waktu terakhir, jam hidup ini sangat tak menentu, tapi seperti membentuk pola.

Setelah saya pikir-pikir, ternyata jam hidup saya sangat tidak “manusiawi” (tapi sangat menggambarkan kehidupan mahasiswa tingkat akhir yang sama sekali tak terganggu dengan kata-kata, “Kapan wisuda?” atau “Skripsimu bagaimana?”). Kurang lebih, beginilah gambaran kehidupan saya:

04.20 Wita = Bangun. Mandi. Shalat. Nyuci (kalau ada)
06.05 Wita = Lari pagi. Keliling setengah kampus / main basket
07.45 Wita = Sarapan. Nulis/OL. Beres-beres kamar. Nonton sambil mikirin skripsi #eh
14.02 Wita = Tidur! #astaga
16.33 Wita = Jalan-jalan, terserah kemana. *JAM HIDUP*
21.00 Wita = Kembali ke pondokan. Nulis/OL (lagi). Tidur.


That’s it! Jadi, Kawan, ternyata hidup saya ya, hanya beberapa jam itu. What a bad life! Kemarin, saat jam hidup saya tiba, si Mas Penjual Rujak yang bukan langganan saya menegur.

“Mau kemana?”

“Ngampus” Maksudnya, nongkrong gak jelas di kampus.

“Ciyee, rajin banget sih. Libur-libur gini masih ngampus aja. Eh, tapi emang kuliahnya sore ya?”

“….” Nyengir cakep. Si ThoMas ini gak tahu aja kalau saya cuma ada janji dengan teman-teman.

Hhhhhh! *sigh
Well, beginilah hidup saya. Tapi secepatnya, saya akan mengubahnya, janji!
Saya harus SARJANA tahun iniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii!!!!!! *teriak gak jelas pada dunia


Jumat, 24 Juni 2011

Kita menertawai hidup



Kita terluka.

Kita sedang dalam keadaan terhimpit. Kita merasa tak (bisa) hidup.

Kita tahu kondisi ini tak akan membuat airmata untuk terseka kerah baju kita. Itu tak wajar. Kita tak boleh begitu!

Tapi.

Kenyataan seperti menindih kita ke sudut dunia yang membuat kita tak mampu menghirup udara.

Sisi lain begitu berbeda. Ada piring dan gelas berdentangan menandakan pesta. Sedang disini hanya diam. Raga memeluk lutut menahan ia yang kembali membeku.

Jangan! Airpadamata hanya akan membuat lukapadahati.

Tertawalah!


Bukankah oranglain tak perlu tahu tentang [hati]kita?

Ssttt! Aku punya rahasia…



Setiap orang punya sisi lain dalam hidupnya. Setiap orang punya sisi yang tak ingin terkorek orang lain. Itu wajar. Sangat wajar. Jadi Anda tak perlu merasa berdebar-debar aneh ketika tidak mengetahui sesuatu tentang orang tersebut.

Ada orang yang sangat ingin sebagian sisi dirinya tidak terjamah siapapun. Saya juga seperti itu. Saya punya rahasia. Dan saya tidak ingin Anda atau siapapun mengetahuinya. Atau mungkin bisa juga, saya ingin “rahasia” saya hanya diketahui oleh sebagian orang yang saya inginkan. Hal ini sangat manusiawi.

Saya termasuk orang yang tidak ingin mengetahui sesuatu tentang orang lain lebih dalam. Saya berpikir, saya cukup tahu tentang seseorang itu di kulit luarnya saja. Tidak lebih. Karena saya paham, seseorang punya sesuatu yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. Maka tak usah heran jika saya terkesan masa bodoh dengan orang lain. Hal itu saya lakukan agar orang lain berlaku begitu juga terhadap saya.

Namun tanpa saya tahu, ternyata sudah ada beberapa orang yang mengetahui hal-yang-tidak-ingin-diketahui-oleh-orang-lain-tentang-saya sejak beberapa waktu lalu. Ah, saya tiba-tiba merasa buruk! Padahal sesuatu itu sangat “penting” bagi saya untuk tidak diketahui oleh orang lain. Kenapa mereka tahu? Darimana mereka tahu?
###

Jangan ajukan pada saya pertanyaan-pertanyaan tak perlu, atau menyangkut rahasia. Saya tentu tidak akan menjawab. Atau bisa saja, hal itu malah membuat saya marah.

Mulai sekarang, tolong, jangan bertanya lagi!

Selasa, 21 Juni 2011

Tak tag, maka ---- tak sobek-sobek kertasnya (haha, gak nyambung!)



Tolooooonnnngggg! Saya kena KUTU-KAN…! 


Ini semua gara-gara Kak Acci. Kok saya malah dapat juga ya? Tapi kemudian, saya berpikir wajar, bahwa ini semua dilakukan Kak Acci karena mengagumi saya (kejedot pintu, lol).

Well, jadi ceritanya begini. Entah darimana asal-muasalnya semua adat ini. Kak Acci tiba-tiba mencatat salah satu nama saya (meskipun terakhir, hiks) sebagai korban kutukan untuk menjelaskan 10 hal tentang diri. Nah, setelah saya baca baik-baik “kutukan” itu, rupanya Kak Acci juga mendapat “suggest” dari Bang Todi. Hadeuh, rupanya lagi, Bang Todi teh, dapat “wejangan” dari temannya. Dan jadilah kami saling memburu sasaran. Siapa berikutnya yang bakal menjelaskan 10 hal tentang dirinya? Waspadalah! (: 

Oke, saya terima kutukan ini dengan senang hati. Toh, sebenarnya saya sudah lama ingin menjelaskan tentang saya. Sebenarnya tidak hanya 10, tapi semua-mua muaaaattt (kayak iklan ajah.. hehe). Pembaca diharapkan duduk manis, tenang, menahan emosi, semoga tidak terkekeh-kekeh membaca ini. Sumpah! Saya tidak ingin membuat pembaca kecanduan guyonan saya (terutama Kak Pipi, *wink). Halah, ke-PD-an ya? LOL

Siap? Segera meluncur!


Satu. Saya lahir, sekolah, tumbuh di Bima.
Sudah baca postingan saya yang di bawah ini? Yup! Jadi tolong, jika bertemu, jangan anggap saya berasal dari Jawa, Arab, Jepang, dll. Sebenarnya, jika ingin lebih jujur lagi, saya ini berasal dari Jerman (huwahaha, ketawasetan).

Dua. Sawooooooooooooo……!!!
It’s the most fruit I ever like! 100% for SAWO! Saya saaaangaaaat suka sawo. Namun sayang sekali, Makassar is a poor one about this fruit. Susah sekali melihat sawo disini (nangis darah). Alhasil, dalam setahun, saya pernah tidak makan sawo sama sekali. Ini membuat saya terlenaaaaa, ku terleenaaaa (loh, kok malah dangdut sih. Maskudnya, saya terperanjat. Halah, lebih ngaco!). Sawo, I miss and love you, bertubi-tubi. Percayalah!

Tiga. Durian.
Nah, ngomong-ngomong tentang sawo, saya sama sekali tidak suuukaaaa DURIAN! Jika sawo is the most fruit I ever like, maka durian adalah the most most most fruit I ever dislike (saya gak pake “hate” lho, soalnya takut terkutuk, hehe). Udah baunya ugly, tampangnya stinky lagi (hei,hei… vocabmu kebalik, Tun). Seumur hidup, sepertinya saya baru mencoba durian tidak lebih dari lima biji. Sudah berusaha suka juga, tapi tetap tidak suka. Maka jangan heran, jika suatu saat para pembaca berkesempatan jalan-jalan bareng saya dan terpaksa lewat di samping, depan, atau belakang buah ini, ada Si Cakep yang siap-siap mengambil langkah seribu. O, durian, maafkan saya…

Empat. Misteri.
Waktu SMA, ada yang bilang saya mister(ius). Padahal kan, saya sangat go out of there. Malah, ada yang menjuluki saya “Miss Expressive”, karena selalu bisa mengekspresikan dengan baik segala perasaan: senang/gembira (ngakak), sedih (tiba-tiba jelek), dll. Hm, setelah saya mengklarifikasi sisi mister(ius) tersebut dari narasumbernya, akhirnya saya baru tahu, ternyata mister(ius) [ganti jadi miss(ius) boleh gak? Hihi] ini karena si narasumber paling tidak bisa menebak siapa sebenarnya orang yang saya suka. Sayang sekali ya. Padahal, the truth is, saya menyukai siapapun (Siapapun!), yang susah adalah mencintai. Nah, itu!

Berkaitan dengan poin ini, saya memang menyukai semua hal tentang misteri: buku, film, karakter, fenomena. Saya suka dengan sensasi perasaan yang awalnya tidak tahu, lalu sok menebak-nebak, lalu sok menemukan jawaban, dan ternyata... salah! (Huwahaha!) Makanya, saya suka film detektif-konspirasi, buku karangan Paulo Coelho-Fahd Djibran, intelijen, dll.

Lima. Hitam-Merah-Jingga-Abu
Ehm! Itu adalah warna kesukaan saya. The special one, of course, hitam! Hampir semua barang-barang sehari-hari menyangkut unsur ini. Bahkan sikat gigi! Wow, saya excited banget ketemu sikat gigi warna hitam, apalagi limited edition. Sumpah, senang rasanya menemukannya! :D

Nah, setelah warna hitam, berturu-turut lah warna lain yang menjadi sasaran saya. Merah. Jingga. Abu. Yang jelas, the ugly one color, tetap Si Cengeng nan Lembut “Pink”. Idih! (Penyuka pink, maap ye... Ini kan masalah subyektif. Pizz!)

Enam. Gak bisa kalo “gak bisa makan”
Hm, ini menyangkut stress. Apa yang kawan lakukan jika stress, utamanya dengan makanan? Merasa makanan freak, atau malah jadi best friend? Kalau saya, termasuk di bagian kedua. Jika stress, saya paling tidak bisa bilang “Saya stress, makanya gak bisa makan”. Justru karena stress lah, maka saya melampiaskannya pada makanan. Saya jarang sekali memiliki bad mood terhadap makanan. Kecuali, saat sedang sakit, I mean, muntah atau mual.

Tujuh. Kamar.
Ini tentang kamar bagi saya. Kamar saya harus memiliki jendela yang cukup untuk dimasuki oleh cahaya. Juga harus leluasa dimasuki oleh udara. Jika tak memiliki dua hal ini, saya merasa tak sanggup mendiami kamar tersebut. Makanya, sampai sekarang, sejak pertama kuliah, saya tak pernah pindah sekalipun dari pondokan saya ini. Lovely one, Istiqomah…

Delapan. Heri.
Ini salah satu sisi negatif saya. Heboh sendiri! Dan penyakit ini masih sulit saya obati. Tidak jarang, saya akan meneriakkan kata “Omigod, it is him!” di depan orang yang cool (nah lho!).

Sembilan. Chocochip.
Saya juga pernah menuliskan tentang ini. Tapi saya termasuk payah untuk hal ini. Maksudnya, saya lebih sering lupa bahwa saya memiliki tahi lalat di wajah cakep ini. Bahkan, saat saya bercermin, saya sering tidak menyadarinya. Giliran ada orang iseng berceloteh, saya baru ngeh, “Manis sekali tahi lalatnya, Dek…” (Huek!) Sepertinya saya harus selalu menyadari bahwa saya memang memiliki chocochip ini. Jangan sampai lupa lagi. Kan gak enak tiba-tiba dibilangin manis. LOL

Sepuluh. Cakep.
Last but not least. Ya. Saya selalu merasa diri saya cakep (supaya gak dibilangin cantik, hehe. Menurut saya, cantik berarti lemah). Bukan karena ada keinginan terpendam atau apa, cuma memang saya suka mengisengi diri saya sendiri. Tak jarang saya mencoba bermacam style laki-laki (tapi saya tetap suka laki-laki, lho… dan akan menikahi laki-laki. Hoho). Mungkin ini ada pengaruh dari keluarga, bahwa saya satu-satunya anak perempuan dari keempat anak ibu saya. Dan juga, teman sepermainan saya semasa kecil adalah laki-laki. Saya sering berpetualang dengan Abang saya bersama teman-temannya. Bermain di sawah, di sungai, di kebun, dengan laki-laki. Main basket dengan laki-laki. Yang ajarin main gitar, laki-laki. Yang ajarin naik motor, laki-laki. (Sebenarnya, untuk poin ini saja, bisa menghabiskan berlembar-lembar kertas jika saya menuliskannya). Pokoknya, begitulah!

***
Nah, that’s a just part of me. Ini baru sebagian kecil. Semoga dapat mewakili keingintahuan teman-teman (utamanya Kak Acci yang memberi kutukan) tentang saya. Actually, tulisan-tulisan saya selama ini adalah cara paling tepat untuk mengetahui siapa saya, karena terlalu banyak yang tak terbahasakan lewat bibir (saya tergolong introvert). Saya lebih bisa menguraikan ciri dan perasaan lewat tulisan ini. Maka, siapapun yang selalu memantau tulisan-tulisan saya, sesungguhnya ia adalah teman yang paling mengetahui saya, dan saya pasti mencintainya. (:

Well, jika dibaca baik-baik, poin-poin di atas tidak hanya tentang 10 hal, tapi lebih dari itu. Coba saja cek baik-baik. Heheh.

Happy reading ya, Kawans! See you at our life! :D

Saya lanjutkan estafet games menarik ini ke:
Muhaimin Tawwa
Amel Unyu
Arman Rahim
Cahya Sidratulmuntaha Daties
Glen Tripolo
Erlangga Kusumawijaya
Ekbess Wulandari
Mushdiqah Drida El
Ani Hasanah Suari
Lis Liez

(Fiuh! Cari 10 nama ini susah banget, bro! Mudah-mudahan belum ada yang kena “kutukan” yang sama ya. Silakan tersobek-sobek sesuai dengan judul postingan saya ini *ketawajahat)

Selasa, 14 Juni 2011

Intermezzo: Bima, Jawa, atau..?



Jumat lalu, saya mendapat tugas dari seorang teman untuk menggantikannya sebagai “guru”disebabkan ia punya kesibukan lain yang tak bisa ditolerir (halah, bahasa apaan nih? Haha). Karena saya memang memiliki waktu lowong dan sudah lama sekitar dua pekan gak “ngajar”, maka saya dengan senang hati melakukannya (eit, alasan lain, tentu saja menambah timbangan kebaikan, aamiin). Maka, berangkatlah saya menuju “medan laga”. Awalnya saya kira lokasinya dekat (bagi saya, semua tempat di Makassar itu tidak jauh, dimanapun, berapapun jaraknya). Ternyata, lumayan juga! Saya sampai ngos-ngos-an kesana (padahal, saya diantar naik motor, lol).

Teman saya bilang calon “murid” saya totalnya delapan orang. Ternyata pas nyampe sana, cuma dua orang. It’s OK lah. Toh, memang jadwalnya pada pulang kampung. Syukur-syukur, yang dua orang ini masih ada… (:

Well, setiba saya disana, seperti biasa, untuk pertemuan pertama diawali dengan perkenalan singkat. Saya serahkan kepada kedua “murid” ini untuk memperkenalkan diri lebih dulu. Mereka lumayan jauh lebih muda dari saya, dan ternyata usia kami “CUMA” beda empat tahun! (ket: kata “cuma” sengaja diberi tanda bold, garis bawah dan dimiringkan, *ketawasetan). Bilang aja kamu udah tua, Tun…

Nah. Tiba giliran saya untuk memperkenalkan diri…

“Baiklah, adik-adik. Nama saya, Uswatun Hasanah M. Saleh. Kuliah di Unhas, Ilmu Gizi, angkatan 2006. Mmm, hobi…baca, nulis, dan…jalan-jalan.”

Dua orang di depan saya ini manggut-manggut.

“Saya lahir dan besar di sebuah tempat yang sangat jauh dari sini: Bima, NTB”

Mereka terlihat excited!

“Ah, masa sih, Kak?”

“Ho-oh” Saya heran, kok mereka gak percaya?

Gadis sebelah kiri berkata, “Saya kira Kakak asalnya dari Jawa.” Saya senyum, hampir ketawa. Jawa dari mana ya? Hihi…

Yang sebelah kanan saya angkat bicara, lebih dahsyat, “Saya malah kira Kakak keturunan Arab.” Hah????

Doh! Asli, saya gak bisa nahan ketawa. Kok bisa sih, si adik ini menyangka saya dari Arab? Maka untuk “menyenangkan” hati “murid” ini, saya menunjukkan bakat narsis saya.

“Hidung saya memang mancung, Dek”


-----
PS. Cerita di atas benar-benar terjadi, tanpa perubahan sedikitpun. Lokasi kejadian di Poltekkes Makassar, Jl. Baji Gau, 10 Juni 2011.
Yang ingin ketawa, silakan. Yang ingin menghujat, silakan juga. Lol.

Senin, 13 Juni 2011

#SERIAL HIDUP: Kenapa kita gelisah?



Kau tentu pernah merasa gelisah.

Ada kalanya, kau merasa resah, sedang kau berusaha untuk mencari tahu apa sebabnya. Karena apa dan entah oleh apa. Lalu kegelisahan itu disertai kebingungan. Gelisah tanpa alasan, lalu melahirkan kebingungan. Mengapa?

Kau lalu berusaha berpikir rasional dan kerkata bahwa rasa ini tak wajar. Dan kau terus meyakini bahwa ini hanya sesaat.

“Ah, beberapa waktu lagi, tentu ini akan berakhir…”

Tapi kau salah!

Berhari-hari, setelah kau berkata seperti itu, kau belum juga menemukan “obat” kegelisahan itu. Dan kau semakin gelisah. Semakin bingung. Resah. Kau terbawa oleh perasaan yang semakin dalam. Kepalamu terasa berat. Dadamu sesak, seolah ada sesuatu yang ingin kau sampaikan pada seseorang tentang sesuatu. Kau merasa tak tenang. Sangat tak tenang.

Kau berusaha mencari, dimana gerangan jalan keluar masalahmu. Kau merasa sudah terlalu lama terperangkap perasaan itu.

Kau semakin kebingungan. Semua cara telah kau lakukan: jalan-jalan di mall, menikmati indahnya danau di pagi hari, menghirup udara segar, berteriak di pantai, makan es krim, dan semuanya. Tak ada yang berhasil.
Kau semakin terpuruk. Tak tahu hendak apa lagi. Tak tahu hendak kemana lagi. Kau merasa putus asa. Tak memiliki apa. Tak memiliki sesiapa.

Lalu, saat kau tak sanggup lagi, kau berteriak pada malam, “Apaaaaaaa yaaaaaaang haaaaaruuuus aaaakuuuu laaaakuuuukaaaaannn………..!!!???”
….

Dan aku mendengar teriakanmu. Kau hanya lupa padaku. Seharusnya kau datang padaku, menemuiku. Karena aku bisa memberikan jalan keluar masalahmu. Itulah masalahmu, kau lupa padaku.

“Lalu, apa yang bisa kau lakukan untukku?”

Kemarilah. Akan kutunjukkan sesuatu padamu. Akan kusodorkan sesuatu.

“Apa ini?”

Percayalah! Hanya ini yang kau butuhkan. Bacalah ini. Di halaman sekian, baris kesekian. Bacakan padaku!

“… Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram…”
.....
Ya. Kau benar. Jika kau tak ingin gelisah., jika kau ingin hatimu tenteram, hanya itu yang perlu kau lakukan. Tak perlu yang lain. Tak perlu berteriak pada malam. Satu hal saja cukup. Sekarang, apa kau percaya padaku? [*]
###

Tulisan ini untukmu. Untuk kita semua.