Sabtu, 01 September 2012

Mengembara Sebuah Blog

Malam ini saya menjelajahi sebuah blog. Sebenarnya sudah lama saya terus mengikuti isinya. Bahkan tulisan-tulisan (yang saya baca kembali malam ini) pernah saya tuntaskan tahunan lalu. Tapi...

Kali ini sungguh berbeda. 
Saya terisak.
Saya merinding.
Saya tak tahan ingin menangis.

Saya...

Seandainya sekarang saya tidak sedang berada di warnet, sudah pasti saya akan bercucuran airmata. 

ToT


Saya rindu pemilik blog itu... 

Rabu, 25 April 2012

Kenalkan, namanya Unta

Beberapa waktu lalu saya berbincang-bincang dengan dia, tanpa tatap muka. Lumayan lama kami saling bertukar kata-kata singkat. Meski hal demikian itu hanya sesekali terjadi (oh, well, memang sangat jarang terjadi).

Saat itu kami sama-sama sedang dalam kondisi santai. Mungkin saja.

Saya benar-benar mengenal dia (maksud saya, mengetahui namanya) lebih dari dua tahun lalu. Tapi saya tetap saja jaraaaanngg sekali bertemu dengannya. Dan saya tidak memusingi itu.

Lalu belum genap setahun lalu, saya bertemu dia lagi. Kali ini saya lebih peduli dengannya. Saya mengajaknya bicara seolah telah lama mengenalnya. Saya berusaha menaruh minat yang tinggi pada hal yang dia sukai. Saya berpura-pura. Agar dia tak kecewa.

Beberapa bulan setelah itu, saya bertemu dia lagi. Sebenarnya saya tidak berharap itu. Tapi Tuhan Menginginkan. Mungkin untuk membuat kami sama-sama tersenyum. Atau membuat kami berpikir dan mengingat apa yang telah kami lewati. Saya tersenyum melihat wajahnya yang lucu. Dia tersenyum melihat senyum saya. Sepertinya kami sama-sama senang. Kami masih menyimpan kenangan saat itu.

Nah, dalam kurun dua tahun lebih, kami hanya bertemu sekian kali. Tapi ada sesuatu yang tidak beres kemudian…

“Itulah cara terbaik yang bisa dia lakukan untukmu. Sebaiknya kamu menahan diri dari rasa ingin tahu…” kata Abang.

Suatu saat, dia berdoa untuk saya. Saya mengaminkan. Saya suka dengan doa itu. Membayangkan bahwa dia berharap untuk saya seperti itu (dengan sedikit senyuman), membuat saya tertawa.

Well, mungkin kelak, kami akan bertemu unta di saat yang sama dan di tempat yang sama. Mungkin juga tidak salah satunya atau dua-duanya.

Dia tidak lahir di tanah Arab. Dia tidak tahu bahasa Arab kecuali beberapa kata saja. Dia bukan juragan unta. Dia tidak mirip unta. Dia tidak memiliki punuk layaknya unta. Dia tidak berjalan lambat seperti unta. Dia sama sekali bukan unta!

Yang jelas, “Unta” adalah panggilan saya untuknya…
 :D

-mks.25april2012-

Minggu, 22 April 2012

Say what you need to say



Ada yang pernah nonton The Karate Kid?

Ini salah satu film terbaik menurut saya, karena saya menyaksikan film ini sampai berkali-kali. Saya tidak pernah bosan. Film ini dibintangi dengan apik oleh putra dari aktor terkenal Will Smith, Jaden Smith (sebagai Dre). Juga aktor laga terbaik selama satu dekade terakhir, Jackie Chan (sebagai Mr. Han). Bagian yang paling saya suka dari film ini adalah cara Mr. Han melatih Dre sehingga menjadi jagoan Kungfu. (Seperti juga saya menyukai saat Master Shifu melatih Po dalam Kungfu Panda).

Nah, sebenarnya ini salah satu kejanggalan film ini: kenapa judulnya justru The Karate Kid, sementara di dalam film ini hanya membicarakan Kungfu dan syuting di China? Well, seperti yang saya ketahui selama ini, Karate berasal dari Jepang. Sementara Kungfu asli lahir di China. Tapi sudahlah, yang penting saya enjoy menikmati film ini. (Omong punya omong, saya suka sekali dengan nama Dre ;)).

Lalu, apa kaitan #ngomongin film ini dengan judul di atas?

*senyum manis ala saya*

Judul di atas adalah penggalan lagu yang menjadi original soundtrack dari The Karate Kid. Beberapa menit pertama film ini diputar, lagu ini diputar secara lamat-lamat. Saya penasaran dengan keseluruhan lagu ini, apalagi pas bagian refrain diputar (adegannya adalah saat Dre dalam perjalanan dari Amerika ke China).

Dan akhirnya, beberapa waktu lalu, saya dapat mendengar lagu ini secara utuh. Bahkan setelah itu, lagu ini menjadi lagu wajib setiap hari. Hampir setiap buka mp3, saya memutar lagu ini. Sumpah, memang asyik lagunya.

Selain itu, lagu ini saya banget. Liriknya seperti menasehati saya. Saya kan memang orang yang tidak gampang mengutarakan sesuatu (Yeah, saya sudah berulang kali mengatakan ini dalam tulisan saya). Say what you need to say, kata John Mayer berulang-ulang dalam lagu ini.

Well, nih saya sodorkan lirik lagu itu. Sumpah deh, ngena banget! Hehe. Bekicot!

Take all of your wasted honor
Every little past frustration
Take all of your so-called problems
Better put them in quotations

Say what you need to say (8x)

Walking like a one man army
Fighting with the shadows in your head
Living out the same old moment
Knowing you’d be better off instead
If you could only

Say what you need to say (8x)

Have no fear for giving in
Have no fear for giving over
You better know that in the end
It’s better to say too much
Than never to say what you need to say again

Even if your hands are shaking
And your faith is broken
Even as the eyes are closing
Do it with a heart wide open

Say what you need to say
Say what you need to say (berkali-kali sampai selesai, hehe…)

Mau download lagunya, disini ya
Enjoy it, folks! ;D

Senin, 16 April 2012

Presiden. Presiden.



Ini tentang #ngomongin Presiden.

Beberapa hari yang lalu, saya menghadiri acara sosialisasi Undang-Undang. Tapi sayang sekali, saya terlambat. Seharusnya, saya tiba di lokasi pada pukul 8 pagi. Yeah, karena keteledoran pribadi, saya baru bisa duduk di kursi peserta pada pukul 10. Saya sudah bisa membayangkan betapa banyak hal yang saya lewatkan! *memble

Well, saya menyukai semua hal yang dibicarakan oleh orang di depan saya ini. Saya menyayangkan bahwa saya datang terlambat. Saya juga menyayangkan kenapa saya duduk di kursi belakang (ini juga disebabkan saya terlambat). Duh, saya geregetan. Saya ingin tahu lebih banyak hal lagi. Sayangnya, acara itu terlalu singkat. *memble lagi

Tapi sehabis acara itu, saya memikirkan, mungkin tepatnya membayangkan sesuatu: tentang Bapak Presiden yang dihormati entah siapa.

Apakah Bapak Presiden itu bisa tidur nyenyak di antara kasus korupsi?

Apakah Bapak Presiden bisa makan dengan lahap di antara teriakan mahasiswa yang menolak kenaikan BBM?

Apakah Bapak Presiden memiliki jiwa yang sangat tenang di antara desakan-desakan? *melihat diri sendiri di depan cermin

Apakah Bapak Presiden bisa minum susu dengan santai tanpa membayangkan betapa banyak rakyat yang terdzolimi selama hampir sepuluh tahun ia menjabat?

Jika banyak rakyat yang tidak menyukai Bapak Presiden, kenapa sampai sekarang tidak ada yang berusaha menembak atau menge-bom beliau? *ini bukan doa, hanya pertanyaan

Jika banyak rakyat yang tidak menyukai Bapak Presiden, kenapa sampai sekarang tidak ada yang berusaha menyihir beliau dengan ilmu hitam sehingga beliau mati atau hilang ingatan? *terlalu dipengaruhi sebuah drama

Bagaimana jika Bapak Presiden kesusahan tidur setiap malam –karena memikirkan dosa-dosanya, dan selalu minum obat tidur, lalu tiba-tiba mati karena kecanduan obat?

Bagaimana jika Bapak Presiden tiba-tiba stress karena banyak masalah negara, lalu menjadi gila?

Tapi toh, saya masih ingin melihat Bapak Presiden saya itu. Saya tidak ingin dia mati atau gila seperti pertanyaan-pertanyaan bodoh di atas. Saya ingin dia tetap hidup. Sampai ketika dia benar-benar telah terbukti jahat pada rakyatnya, saya ingin melihat dia dihukum dengan hukuman “bumi” sebelum dia dihukum dengan hukuman “langit”.

Kalau pembaca adalah fans berat dari Bapak Presiden, tidak perlu emosi. Yeah, saya bilang, kalau dia terbukti jahat. Kalau tidak, ya, semoga saja dia hidup tenang sampai akhir hayatnya. Aamiin.

Kamis, 12 April 2012

Cewek keren itu, Van Tomiko



*eaaaaa*

Mungkin akhir-akhir ini, postingan blog ini bakal lebih menjurus ke arah #ngomongin sesuatu. Pokoknya #ngomongin apa saja. Salah satunya kayak di bawah ini. Yuk, bekicot!

Ada yang pernah nonton Serial Inuyasha, kan?
Well, anime ini adalah salah satu yang saya suka. Meskipun ceritanya rada-rada “melangit”, tapi jika diikuti sampai akhir, seru juga. Saya merasa memiliki sedikit kemiripan dengan tokoh dalam anime itu: Saya merasa seperti Inuyasha yang pemarah, gegabah, dan susah berpikir panjang (mungkin memang begini ya, sifat siluman?). Saya suka dengan Kagome, yang kadang-kadang cemburu, tapi anggun.

Trus, hubungan Inuyasha sama judul postingan ini apa?

*duduk manis dulu, minum dulu*

Di serial ini, ada banyak yang namanya original soundtrack. Semuanya keren! Salah satu yang saya suka adalah 2nd ending theme-nya: Fukai Mori. Lagu ini dinyanyikan oleh band Do As Infinity dari Jepang. Suara khas vokalis cewek band ini bikin gimanaaa gitu. Pokoknya asyik, asyik! Saya jatuh cintaaaa… *meluk tiang*

Dan karena saya sudah menobatkan hati dan telinga saya untuk jatuh cinta pada suara cewek ini, *halah* akhirnya saya memutuskan untuk mencari info tentang band ini, plus semua lagu mereka. Dan tentu saja, saya semakin menyukainya, secara lagu-lagunya memang easy-listening buat saya.
(Tapi kawans, semua lagu itu hilang bersama Lithium, dan sekarang tersisa dua saja: Fukai Mori dan Rakuen)

Nah, karena saya suka sama suara vokalisnya, makanya saya juga berusaha mencari tahu tentangnya: namanya Van Tomiko. Foto-fotonya yang beredar keren-keren lho. Sepertinya Mbak (eh) Van ini orangnya memang casual-sporty. Dan yang mengejutkan adalah, setahu saya, Van tidak memiliki jenis foto “kotor”. Well, bagi saya, inilah ciri yang patut disukai. Saya memang rada-rada ilfil sama artis cewek yang suka pake bikini.

Nih, saya tunjukin pose Van Tomiko yang paling saya suka :)
Edited by: Atunius XD
 

Oiya, saya pernah lihat video Do As Infinity yang sedang live concert di Jepang. Waktu itu, Van menyanyikan lagu Fukai Mori. Dengan gayanya yang santai, saya tidak menyangka bahwa Van bakal menangis. Duh, dengar suaranya yang berubah serak, bikin terharu saja.

Yang pengen dengar lagu Fukai Mori, silakan download sendiri ya, atau bisa hubungi saya. Saya bakal dengan senang hati kok, memberikan filenya. X.x


Fakta di balik Van Tomiko dan lagu ini:
·        -Fukai Mori punya versi Inggris dengan judul Deep Forest
·        -Lagu ini pernah jadi ringtone khusus untuk orang yang saya sayang
·        -Foto Van Tomiko pernah jadi foto profil di akun Plurk dan Facebook saya *nyengir*

Kau yang suka berbohong



Kau tahu apa yang paling tidak kusukai? JANJI! Tapi sayang sekali, kau selalu memberikan itu padaku. Dan kau tidak pernah tahu bahwa hal seperti itu membuatku berubah “rasa” padamu.
Kita saling mengenal tidak begitu lama. Waktu yang tak banyak itu membuat aku tidak mengenalmu dengan baik, juga sebaliknya, kau tidak mengetahui siapa aku. Aku tidak tahu bahwa kau sangat suka berjanji. Kau tidak tahu bahwa aku sangat membenci janji-janji.
Aku menyukaimu, atau kau yang menyukaiku, itu tak penting.
Beberapa janji, membuat kepercayaanku padamu berkurang. Meskipun janji itu kecil, tapi bagiku sangat berharga. Dan kau melupakan hal yang berharga itu.
Hei, kau mendapat satu gelar dariku: PEMBOHONG. Selamat!

Rabu, 04 April 2012

Trakindo!

Yeah. Ini mungkin salah satu postingan yang gak jelas (seperti kebanyakan postingan lain di blog ini, XD). Berikut adalah foto saya yang sedang memakai jaket Trakindo dari Mas Nitnot. Sekalian sebagai bukti buat para Bloofers khususnya Kang Qefy dan Kang Aul, bahwa saya juga memakai jaket yang sama. Suatu saat jika kita ketemu, kita harus memakainya agar terlihat kembar tiga. Ha! 



Silakan sesuaikan penglihatan Anda dengan foto ini. Hihi..



Huwaaa..!! Gue kangen loe semuaaaaaa...!! :'(

Jumat, 30 Maret 2012

It's mode on!

Cemburu Menguras Hati - Vidi Aldiano

facebook yang malang

well, hari ini saya merasa sedikit tenang dengan tidak memiliki akun facebook.

untuk sementara,

atau waktu yang lama...

I Love My “Blue” Family

Alhamdulillah. Saya sangat bersyukur dengan adanya pagi ini. Akhirnya, setelah beberapa pekan tidak berkomunikasi dengan keluarga, pagi ini menjadi jawabannya. Saya rindu dengan mereka. Sangat rindu. Ada sebuah alasan yang membuat kami tidak saling menyapa. Dan itu bukan karena kami memang saling ingin menjauh. Well, saya dan keluarga memang seperti itu: saling menghubungi pada saat tertentu saja, atau pada saat kami benar-benar saling merindukan. Tidak setiap hari seperti keluarga lain. Dan saya menikmati nuansa keluarga kami yang seperti itu. Saya suka dengan sesuatu yang tiba-tiba, seperti rindu. Saya mungkin akan bosan ketika setiap hari harus berdialog dengan mereka. Mungkin juga karena kami akan kehabisan bahan pembicaraan.
Well, saya memang harus menjadi orang yang selalu bersyukur. Kapanpun.
Anugrah terindah yang saya miliki adalah menjadi saya, terlahir sebagai saya, dan memiliki keluarga seperti keluarga saya.
Saya sangat bersyukur memiliki ayah, ibu, kakak, adik, kakak ipar, keponakan, sepupu, paman, bibi, kakek, nenek, seperti mereka. Jika hidup saya sekarang diibaratkan seorang murid, maka mereka semua adalah guru yang terbaik. Mereka adalah orang yang sangat mengetahui bagaimana membuat saya tersenyum. Di sisi lain, mereka juga adalah salah satu alasan kenapa saya menangis dalam kesendirian.
Mungkin jika disamakan dengan sebuah Negara, maka keluarga saya adalah Negara yang paling demokratis. Saya memang bebas melakukan apa saja yang saya mau (termasuk kesalahan), tapi karena ada mereka, saya berpikir kembali untuk melakukannya. Dulu, saya bisa saja menjadi bagian dari anak-anak SMA yang nakal (karena saya mengenal baik teman-teman seperti itu), tapi jalan itu tidak saya pilih. Dulu, bisa saja saya menjadi bagian pengguna narkoba (karena saya mengenal dekat teman seperti itu), tapi karena secara tidak sadar, saya memiliki keluarga ini, saya tidak memilih menjadi seperti itu.
Sejauh saya menghidupi keluarga ini, satu hal yang bisa saya definisikan tentang keluarga saya: senyum dan tawa. Ya. Entahlah, bukan karena saya terlalu memuji keluarga saya, tapi memang begitulah keadaannya. Saya suka dengan tawa-tawa dan senyum yang selalu bisa dihadirkan oleh anggota keluarga saya. Mungkin kami bisa dinominasikan sebagai Keluarga yang Selalu Bisa Tertawa. ^^
Contohnya saja, pagi ini. Kakak Ipar saya mengajukan retorika, “Jadi kapan wisudanya, Tun? Juni 2015 atau 2020?” Terang saja saya tertawa (meskipun ada perasaan bersalah juga, sih). Atau saat saya bertanya padanya, “Trus, D Nanang kerja apa sekarang?” Ipar saya ini awalnya bekerja di Kupang. Tapi sejak awal tahun ini, dia memilih berhenti karena tak sanggup jauh lama-lama dari bayi umur 1 tahun yang sangat dia bangga-banggakan karena terlalu cakep (ini beneran lho. LOL). “Yah. D Nanang jadi baby-sitter Gibran aja. Lumayan dapat gaji 100 ribu per bulan dari Kak Yus.” Haha. Saya ketawa setengah mati. Well, Yus yang dimaksud adalah istrinya, kakak perempuanku.
Ayah saya lain lagi. Beliau ini adalah laki-laki paling keren dalam hidup saya. Sampai-sampai, saya pernah berkata untuk diri saya sendiri, seandainya saya menemui laki-laki yang menyerupai ayah saya, saya akan menikahinya (eh?). Karena belum ada, jadi belum menikah. Haha. Ngawur! (istighfar)
Lelaki yang bisa menggombal paling baik, menurut saya adalah ayah saya. Pokoknya yang lain kalah!
Saya termasuk jenis perempuan yang tidak nyaman dengan gombalan murahan. Tapi jika digombalin ayah, saya selalu suka. Mungkin karena gombalan ayah saya itu, sangat elegan. Perhatikan contoh kasus di bawah ini (setting: akhir bulan, dan saya sedang butuh duit :D)
“Ta, minta duit dong…” suara dibuat lemes. XD (“Ta” itu singkatan dari “Teta”. Sebutan “Ayah” di beberapa keluarga tertentu di Bima)
“Buat apa, Nak?” Suaranya tuh, elegan banget.
“Buat beli MP3.”
“Berapa emang?”
“*00 ribu aja,” sambil ketawa-ketawa nyengir.
“Lho, kok sedikit banget? Gak mau nambah gitu? Teta kirimin satu triliuan aja deh. Gimana?” Dan kami semua tertawa.
Ya. Begitulah cara-cara keluarga saya menghadirkan tawa di sela-sela kesusahan dan kesedihan. Sederhana memang, tapi sangat bisa mengobati. Ini yang membuat saya selalu rindu, meski tak pernah saya katakan.
Bagaimana dengan Abang saya? Dia ini sering berkolaborasi dengan almarhum adik saya untuk menceritakan hal-hal lucu. Ketika saya ada di rumah (pulang dari Makassar), mereka akan berlomba-lomba menceritakan hal-hal yang bisa membuat saya tertawa sampai ngakak, bahkan sampai air mata saya keluar.
Oh iya. Ada cerita yang sedikit lucu sewaktu saya SMA. Tetangga di belakang rumah (rumah kami saling membelakangi) yang seumuran nenek-nenek pernah bertemu ibu saya. Nenek ini bertanya pada ibu, “Nis, punya anak perempuan ya? Kok gak pernah keliatan?” Ibu saya menjawab, “Wah, anak saya sudah SMA, Bu Aji. Namanya Atun.” Waktu ibu menceritakan kembali tentang itu, kami semua tertawa. Ayah saya bilang, “Bu Aji gak nyadar aja kalo suara ketawa ngakak yang sampai ke rumahnya itu, suaranya Atun. Haha.” Kentara nih, jarang silaturahim. Nge-bolang melulu sih. Hehe.

Penerimaan. Ini yang saya suka dari keluarga saya.
Mereka sangat menerima apa yang menjadi pilihan hidup saya, meskipun awalnya, ada sekidit protes. Tapi saya paham, hal itu terjadi hanya karena pilihan itu adalah sesuatu yang baru dalam keluarga. Maka ketika saya memahami itu, yang saya perlukan hanya satu: bersungguh-sungguh atas pilihan saya. Konsekuensi dari segala penerimaan, kerelaan dan restu dari orang tua adalah tanggung jawab dari diri saya sendiri. Dan saya sangat berusaha untuk itu. Ah, saya sangat tidak ingin membuat mereka kecewa. Saya terlalu mencintai mereka.
Pernah saat semester satu, nilai akhir Matematika saya eror. Ampun! Saya menangis. Saya menyesalinya. Dengan ragu, saya menghubungi keluarga di kampung. Saya mengatakan yang sejujurnya.
“Ta. Nilai Matematika Atun eror…”
“Ya sudah. Gak apa-apa. Ada pengulangan, kan? Nanti belajarnya lebih keras lagi ya…”
Tidak ada pemaksaan sama sekali. Keluarga saya memahami bahwa segala bentuk pemaksaan akan menghasilkan sesuatu yang kurang baik. Cintai dengan sungguh-sungguh apa yang kalian cinta, begitu prinsipnya.
Ayah tidak pernah memaksa saya belajar. Ayah tahu saya suka membaca, maka setiap saya pulang sekolah, telah tersedia berpuluh-puluh buku untuk saya baca. Ayah tahu saya suka bersepeda, saya diberikan sebuah sepeda. Ayah tahu saya suka jalan-jalan pagi, ayah mengajak saya jalan-jalan pagi. Ayah tahu saya suka Matematika, ayah memberikan beberapa buku rumus singkat Matematika sambil sesekali menemani saya mengerjakan PR dan mengikutkan saya di olimpiade. Ayah tak pernah memaksa.
Di samping kebebasan yang ayah berikan, ada ibu yang selalu khawatir. Dari ibu, saya akan selalu mendapat banyak “hati”.
“Hati-hati di jalan ya…”
“Kalo naik motor, jangan lupa pake lampu weser…”
“Kalo naik motor, gak usah balap-balap…”
“Jangan pulang terlalu malam ya…”
“Jangan terlalu cepat percaya sama orang yang bari dikenal. Jaman sekarang, banyak kejadian orang yang di-hipnotis…”
“Kalo ada orang yang kasih permen, hati-hati. Siapa tahu itu obat tidur…”
Sebelum salam terakhir di telepon, selalu ada kata, “Hati-hati ya, Nak…”
Atau yang paling sederhana, “Kalo mau masak sayur, jangan lupa dicuci. Bayangin deh, keadaan di pasar itu. Banyak debu! Kalo gak dicuci, kita makan debu dong. Kan kotor…”
Haduh! Kadang-kadang, saya merasa ibu saya terlalu polos. Mungkin juga terlalu melankolis. Tidak ada kata lain yang saya bisa katakan untuk membuat ibu tenang selain, “Iya, Ma…” atau “Oke, Bos…”
Yah, begitulah keluarga saya. Seperti pelangi bagi saya, indah sekali.
------------------------------
Sebenarnya saya masih ingin bercerita. Tapi karena tulisan ini sudah cukup banyak dan panjang, saya akan melanjutkannya lain kali. Insyaallah.
Oh, iya. Kenapa “Biru”? Itu karena secara keseluruhan, interior rumah saya dominan berwarna biru. Well, ibu saya suka warna ini. Dan keluarga kami menikmatinya. Ya, ya, ya. Biru memang menenangkan, meskipun saya penyuka hitam.  ;)
Mulai hari ini, saya kembali merasa tenang. Damai…

-mks.5/3/2012-

Sabtu, 17 Maret 2012

Jika saya mati…

Sore kemarin, saya berkumpul dengan beberapa orang hebat. Orang-orang itu mungkin sudah kenyang (ah, atau belum pernah kenyang) berdiskusi
Dari situ saya menduga, mereka (mungkin termasuk saya) akan melakukan sesuatu yang sangat besar, sangat besar! Ini tentang kehidupan banyak orang. Itupun, kalau yang mereka katakan adalah sesuatu yang benar-benar serius. (Saya katakan “mereka”, karena saya hanya pendengar, sama sekali tak pernah berbicara. Sayangnya, saya terlanjur menulis nama saya, lengkap dengan nomor hape dan email)
Selama saya berada disitu, saya berpikir, siapakah orang yang harus saya percaya dalam keadaan penuh konspirasi dan kebohongan? Saya bahkan berpikir, orang yang ada di seberang saya, bisa saja adalah dalang utama dari kekacauan yang terjadi belakangan ini. Saya tidak bisa sepenuhnya percaya padanya.
Dan tiba-tiba saya membayangkan bahwa saya mati dengan cara yang tidak saya (dan orang-orang lain) inginkan.
Ya. Ya. Ya. Saya punya keinginan tentang bagaimana cara saya mati.
Saya tidak ingin mati terbunuh: ditembak, ditebas, dipanah, ditabrak… (saya tidak rela mati disebabkan bukan kesalahan saya!)
Saya tidak ingin mati kecelakaan
Saya tidak ingin mati bunuh diri
Saya tidak ingin mati dalam keadaan diculik
Saya tidak ingin mati muda –saya ingin mati ketika sudah memiliki cucu, dan keluarga saya bahagia
Saya tidak ingin mati meninggalkan hutang
Saya tidak ingin mati dalam keadaan berbohong
Saya tidak ingin mati ketika saya melakukan dosa
 Saya tidak ingin mati konyol!
….
Saya ingin mati dalam keadaan mengingat Tuhan saya sepenuhnya. Dan alangkah bahagianya saya jika ketika itu tiba, saya melihat wajah-wajah keluarga yang saya cintai…
Jika Tuhan benar-benar memeluk mimpi-mimpi, saya akan terus memimpikan mimpi ini.

~mks.14maret2012~