Rabu, 19 Januari 2011
Sesuatu yang terjadi saat 25 Januari tahun lalu
Ya. Kau benar. Ternyata kita memilih menyerah, kawan!
Pertarungan yang seharusnya tak pernah terjadi, dimulai dengan kata menyerah. Haha! Lucu juga. Belum apa-apa, kau dan aku memilih mundur. Kemana jiwa pemberontak yang kita agungkan di sudut-sudut kota? Kemana calon para pejuang yang akan meniti jalan yang telah Tuhan takdirkan?
Penyebabnya? Rupanya kita terlalu banyak membaca. Membaca yang salah kita maknai. Lalu, kita terjebak dengan makna yang salah kita pahami. Aku menganggap hal ini serupa tali jemuran yang rapuh bertahun-tahun dan lalu keropos, mirip tulang yang kekurangan kalsium. Putus, saat terlalu banyak pakaian basah menumpuk di sekujur badannya.
Penyebabnya? Kita terlalu sok cerdas membaca kehidupan. Yang seharusnya mudah, dirumit-rumitkan. Sesuatu yang seharusnya misteri, terlalu kita coba pahami. Kemudian menggaruk-garuk kepala yang tak gatal karena ternyata, semuanya terlalu rumit. Rumit!
Penyebabnya?
Terlalu banyak majas yang menjadi korban gubahan kita. Hiperbola. Personifikasi. Pleonastis. Ironi. Aha! Itu apalagi. Meski aku tak terlalu berminat dengan para majas, tapi aku sudah hafal mati dengan figur mereka. Sudah di luar kepala. Mereka sudah kukuliti sejak duduk di bangku SMP. Maka sekarang, saat aku berjumpa dengan suatu makna, aku kembali membuka bungkusan kulit-kulit itu. Tapi, mungkin bungkusan itu terlalu kuat, sehingga sisi-sisi plastik pembungkus itu terlihat menguap, lalu menetes perlahan-lahan. Tes!, bunyi uap itu. Kau tentu mendengarnya.
Hidup ternyata indah. Sangat! Saat kita berusaha, dengan benar, memahami setiap jejak-jejak yang telah kita lakoni. Hidup sangat indah! Saat kita memfragmenkan duka, tanpa harus berusaha menjadi peramal nasib dengan gubahan-gubahan kesiaan.
Lihatlah!
Kau pun sebenarnya tak perlu membenci hujan saat kau belajar memaknai hidup.
Sabar, masih beberapa bulan lagi, kata Bulan. Ya. Setalah itu, entah apalagi.
Minggu, 16 Januari 2011
AHLI SURGA, AHLI NERAKA DAN KETETAPAN ALLAH (SEBUAH PERSEPSI)

Kisah 1:
Alkisah, ada seorang perempuan yang selama hidupnya hanya dihabiskan hanya untuk bermaksiat. Baginya, tiada hari tanpa maksiat. Ya. Perempuan ini adalah pelacur. Mungkin pelacur kelas mahal di zamannya. Mungkin bayaran yang ia dapat telah membuatnya menyelam dalam lautan harta. Mungkin saja.
Hingga suatu hari, saat ia pulang dari “kantor”nya, ia melihat seekor anjing yang teramat kelaparan di tengah kota. Wajah anjing terlihat sangat memelas dan sangat menderita. Dan perempuan pelacur ini tak tega. Ia iba pada anjing itu. Lalu, tanpa ba-bi-bu, pelacur ini memberikan roti dan susu pada hewan malang itu. Sambil mengelus manja anjing itu, pelacur tersenyum. Mungkin ia merasa senang telah melakukan satu kebaikan di hari itu.
Dan, tahukah Anda? Di akhirat, perempuan itu mendapat tempat yang indah di sisiNya. Ya. Ia masuk surga.
Kisah 2:
Di sebuah rumah berlantai dua, tinggallah dua orang lelaki bersaudara yang sangat berbeda kepribadian. Yang satu ahli ibadah. Satunya lagi ahli maksiat. Ahli ibadah berkuasa penuh pada lantai dua. Sedang si ahli maksiat bersenang-senang di lantai dasar. Tidak dipungkiri, mereka sangatlah berbeda. Sementara sang ahli ibadah bermunajat pada Tuhannya sepanjang hari, disaat yang sama si ahli maksiat menjalani hari-harinya dengan penuh dosa.
Dan suatu saat. Mereka tiba pada titik jenuh masing-masing. Ahli ibadah merasa bahwa ibadah yang dilakukannya sudah cukup. Maka ia berniat untuk mencoba apa yang dilakukan saudaranya hanya sekali saja . mungkin sejadar coba-coba, bagaimana rasanya melakukan sebuah dosa. Dan ia berjalan menuju tangga, hendak ke lantai satu, tempat penuh maksiat bagi saudaranya.
Disaat yang sama, si ahli maksiat merenung. Ia merasa lelah dengan dosa-dosanya. Ia merasa kotor. Seolah dia bukanlah manusia, melainkan kubangan lumpur. Ia berniat untuk melakukan taubat. Ia sungguh-sungguh. Lalu dengan langkah mantap, ia menuju tempat sang ahli ibadah untuk meraup pahala yang dijanjikan Tuhannya. Dan saat ia sedang khusyu’ bersama ibadahnya, sesuatu terjadi. Gempa yang lumayan besar melanda rumahnya.
Dua ironi. Sang ahli ibadah meninggal dipeluk maksiat. Si ahli maksiat justru menghadap malaikat maut dengan senyum terindahnya.
Dua ironi. Ahli ibadah akhirnya masuk neraka. Ahli maksiat justru masuk surga.
Nah, apa yang bisa kita petik dari kisah di atas?
Jika kita berpikir, mungkin akan terlintas seperti ini: bahwa Allah, Tuhan kita, sangatlah tidak adil (na’udzubillah, tolong disingkirkan pikiran seperti itu). Jika diibaratkan sebagai seorang manusia, bukankah itu ciri seseorang yang plin-plan? Bukankah itu berarti ada dualisme? Bagaimana bisa seorang pelacur yang selama hidupnya hanya bermandikan maksiat bisa masuk surga hanya karena memberi makan seekor anjing? Atau, bagaimana mungkin ahli ibadah yang seluruh hidupnya hanya mengabdi sebagai hamba yang baik justru masuk neraka?
Saya hanya bisa mengambil kesimpulan sebatas pengetahuan saya. Bahwa mungkin Allah hendak membiarkan kita bebas untuk mengambil hikmah atas kisah-kisah tersebut. Bahwa kita sebagai manusia hendaknya selalu melakukan sepanjang hidup kita, sepanjang kita bisa. Ya. Selalu berbuat kebaikan. Dan jangan sampai salah mengambil makna dari kisah di atas. Jangan sampai hidup kita hanya dipenuhi dosa lalu bertobat di ujung hidup yang kita tidak tahu kapan itu terjadi, hanya gara-gara membaca kisah pelacur itu. Jangan sampai kita seperti si ahli ibadah yang bosan melakukan kebaikan lalu akhirnya masuk neraka. Na’udzubillahi min dzalik! Dan disinilah dibutuhkan keistiqomahan kita.
Satu lagi kesimpulan yang bisa saya ambil. Bahwa urusan pahala dan dosa, itu hanya Allah YangTahu. Kita sebagai makhluknya memiliki batas pengetahuan untuk itu. Hanya Allah YangMenentukan, akan kemana hambaNya menetap di akhirat nanti. Surga? Atau neraka?
Wallahu a’lam…
PS: Tulisan ini sebenarnya adalah bentuk kompensasi atas pertanyaan-pertanyaan yang seenaknya muncul di kepala saya. Dan sampai sekarang, saya masih mencari jawaban mana yang paling tepat mengenai hal ini. Karena pengetahuan saya masih terbatas. Bagi teman-teman yang lebih paham, sangat diharapkan partisipasinya berupa pendapat/dalil-dalil yang bisa mencerahkan. Saya akan sangat berterimakasih. Semoga Allah membalas dengan kebaikan. Dan mari bersama-sama hidup untuk kebaikan. Wassalam.
Jumat, 14 Januari 2011
BELUM ADA JUDUL
Pernah kita sama-sama susah
Terperangkap di dingin malam
Terjerumus dalam lubang jalanan
Di gilas kaki sang waktu yang sombong
Terjerat mimpi yang indah . . . . . lelap
Pernah kita sama-sama rasakan
Panasnya mentari hanguskan hati
Sampai sa'at kita nyaris tak percaya
Bahwa roda nasib memang berputar
Sahabat masih ingatkah . . . . . . . kau
Sementara hari terus berganti
Engkau pergi dengan dendam membara . . .
Di hati . . . . . .
Cukup lama aku jalan sendiri
Tanpa teman yang sanggup mengerti
Hingga sa'at kita jumpa hari ini
Tajamnya matamu tikam jiwaku
Kau tampar bangkitkan aku sobat
*untuk para sahabat, yang seperti pelangi, sangat indah*
Langganan:
Postingan (Atom)