KOTA INI TELAH GILA!
(aku, lelakiku, dan abu-abu)
Mungkin bencana itu diawali pertengahan tahun 2009. Sebuah kabar baru menimpa warga kotaku.
Awalnya, biasa saja. Kehadirannya tak terlalu membuatku penasaran. Tapi, tiba-tiba ada sesuatu yang terjadi dengan mereka.
Mereka telah gila! Mereka mulai tertawa sendiri di depan sebuah kotak hitam. Mereka mulai melirik-lirik, lalu tersenyum cekikikan. Gila! Mereka mulai berbincang-bincang antara dinding-dinding yang sebenarnya tak ada, tapi mereka anggap ada.
Aku pernah mendapati dua orang gadis. Mereka duduk di taman favoritku. Ternyata, mereka sedang membicarakan sesuatu, tapi mulutnya tak terlihat berkata-kata. Justru yang mereka keluarkan adalah tawa. Ada apa gerangan dengan tawa itu? Aku mencoba mencari tahu. Kudekati mereka. Yang kutemukan? Abu-Abu. Itulah ternyata yang membuat mereka saling melirik, lalu tersenyum, kemudian tertawa. Kadang-kadang, terdengar suara dari mereka, “kamu kok gitu sih?”, atau “perasaan, aku gak gitu deh!”, atau “kamu serius?”, atau “ah, kamu bisa aja!”, atau “tega banget sih kamu!”. Huh! Menyebalkan! Buang-buang waktu! Tidakkah mereka menyadari, bahwa mereka telah membiarkan satu penyakit berbahaya menjangkiti mereka? Penyakit gila! Sayang sekali, padahal mereka masih muda. Gadis. Perawan.
Maka, telah aku tekadkan. Setelah melihat warga kota-ku hampir semuanya gila, bahkan teman-teman terdekatku, aku tak akan mendekati Abu-Abu. Melirikpun tak sudi. Aku menganggap, Abu-Abu itu menjijikkan, tak pantas didekati. Hampir di semua sudut kota, aku akan menemukan wajah-wajah serupa. Wajah-wajah yang berpotensi menjadi gila. Aku tak ingin jadi gila, kawan!
Aku telah kehilangan lelaki yang kucintai gara-gara kehadiran Abu-Abu. Lelaki itu kini tak mengenaliku, padahal ia pernah menjadi imamku, kami pernah serumah, tinggal bersama, bermimpi jadi pejuang sejati. Tapi, sesuatu membutakannya! Abu-Abu itu! Sialan! Lelaki-ku kini tak pernah sekalipun menyahut panggilanku. Dia pergi, jauh. Semakin jauh. Aku rindu rintihan suara putus-putusnya saat mengaji dii rumah kami. Aku rindu. Aku ingin ia kembali.
Lelakiku. Dia salah satu alasan yang membuatku bertahan di jalan juangku. Dia salah satu alasan kekuatanku menggapai mimpi yang bagi sebagian orang adalah mustahil. Dia yang membuatku betah berlama-lama di taman kota itu. Dia salah satu alasan kenapa aku harus tegar. Dia yang membuatku tersenyum menatap matahari. Lelakiku. Kini ia hilang dengan amarah. Ia pergi bersama dahi yang berkerut dan gigi gemeretuk. Ia tinggalkan sumpah serapah bersama pelukan Abu-Abu…
Hari berikutnya. Akan semakin banyak orang yang terluka karena Abu-Abu. Aku sudah mengumpulkan bukti-bukti. Sudah cukup banyak. Suatu hari, akan kulaporkan ke polisi tentang si jahat Abu-Abu. Dia harus dipenjara! Dia telah memakan banyak korban. Tapi, jika polisi tenang-tenang saja, maka aku akan mengambil tindakan. Akan kubunuh Abu-Abu itu! Dia harus mati!
Makassar, Maret 2010
Kita harus kuat, saudaraku…
3 komentar:
stiap saya membaca tulisan ukhti, saya selalu bingung. NalarQ belum dapat mengerti apa maksud tulisan itu. Bahkan terhadap tulisan2 sebelumnya juga. :)
Aku juga membenci abu-abu kak.. makanya sampai saat ini detik ini tak ingin dekat-dekat dengannya.. Gara2 si abu-abu, ketegasan & kewibawaan orang2 prlahan pudar di mataku.. Tak tau juga apa sebabnya.. Abu-abu memang tak pernah kehabisan trik... Tetap istiqamah u/ tdk bersahabat dgn abu-abu... :D
Salki: Betul! sebenarnya, masih banyak kata yang hendak ditoreh untuk menumpahkan kebencian pada Abu-Abu... Tapi, itu butuh waktu dan proses... Tunggu saja!
Imran: Tidak semua tulisanku harus kau mengerti. Baggiku, sesuatu yang membingungkan justru lebih menarik. itu salah satu hobi sy...Silakan menebak dan menerka maksud dari tulisan2 sy. asal, jgn asal nebak ya...
SALAM PENA, KAWAN!
Posting Komentar