DIALOG PERTIWI
(Anggap Ini Lelucon)
Oleh : El Zukhrufy*
(Seorang bayi yang baru lahir menatap dunia. Tak seperti biasanya, bayi merah ini lahir bukan dengan tangisan. Tapi, sebuah tanya…)
Bunda, aku dimana? (Sang bayi itu menggeliat)
Ini pertiwi, Sayang…
Pertiwi itu apa, Bunda?
Pertiwi itu adalah hijau, biru dan putih, Anakku…
Tapi, mengapa aku hanya melihat hitam, Bunda?
Mungkin organ penglihatanmu belum sempurna, Sayang…
(Sang bayi berkata lagi)
Tapi, hatiku merasakan hitam, Bunda…
Mungkin, hatimu juga belum begitu sempurna, Nak…
(Sang bayi masih keras kepala)
Tapi, sepertinya kulitku menyentuh sesuatu bernama hitam, Bunda…
Kulitmu pun belum bisa sepenuhnya menyentuh sesuatu, Nak…
(Dan, sang bayi bertanya…)
Apakah tempat lain juga seperti Pertiwi, Bunda?
(Ibu sang bayi dengan sabar menjawab…)
Tidak, Nak… Tidak ada tempat seindah Pertiwi. Setelah dewasa, kau pun tidak akan
kemana-mana. Kau akan tetap disini. Kau akan lahir dan mati disini. Seperti nenek moyangmu. Seperti Bunda kelak…
(Sang bayi mengangguk mengerti. Lalu, tiba-tiba bayi itu menguap…)
Sudahlah, Nak. Kau terlihat lelah. Tidurlah, di pangkuan Bunda…
(dan saat sang bayi terlelap, terdengar rintihan sang bunda…)
Maafkan aku, Sayang… Aku telah mengajarimu tentang dusta. Karena kaulah yang akan
mengubah hitam menjadi hijau, biru dan putih…
Puisi ini pernah dibawakan secara teaterikal oleh anak-anak binaan SSC KAMMI Makassar dalam acara pembukaan Muskerwil KAMMI Sulselrabar, 1 Januari 2010
*Koord. Humas KAMMI Komisariat Unhas
1 komentar:
Sekedar bertanya:
Sebenarnya apa arti nasionalisme???
Bisakah kita merangkul palestina, irak, afganistan, atas nama nasionalisme?
Posting Komentar