Kamis, 28 Januari 2010

SEGUMAM AKU YANG BERGUMAM





SEGUMAM AKU YANG BERGUMAM
Oleh: El Zukhrufy*



Pagi tadi. Aku dihantui oleh hantu-hantu berseragam polisi. Ketakutan yang wajar. Saat kau bermotor dan harus keliling Makassar-Maros tanpa SIM dan STNK!


Akhirnya Tuhan menuntunku pada dua impian yang selalu menggoda resah, beberapa jeda. Malam dan balapan. Aku mendapatkannya saat ini. Pertama, malam. Saat aku tak ingin ada orang yang mengenali hitamku. Kedua, balapan. Suatu puncak penawar kegelisahan. Maka jadilah dua impian terwujud itu, membuatku terbang menuju bebas. Bebas yang lama kunanti. Aku lalu mendapat ilham tentang teori sederhana: mungkin seperti ini rasa kaum candu. Ringan. Fly!


80 km/jam. Hmm, belum cukup mencapai target puncak kepuasan. Genggam setir, putar beberapa derajat, angka speedometer si Fit X berubah. 100 km/jam. Puas? Masih belum. Selanjutnya, genggam-setir-putar-beberapa-derajat-angka-speedometer-berubah, berlangsung beberapa tempo. Kecuali saat terpaksa hampir terserempet sesama motor, atau saat hampir saja spion motorku jatuh cinta dan ingin menggapai spion mobil sebelah untuk berpeluk mesra. Bukan masalah, sudah biasa. Untung kakiku kuat. Aku tersenyum membayangkan kembali masa kanakku: motorku dan kendaraan-kendaraan lain sedang lomba lari, dan hadiahnya adalah satu set buku tulis Sinar Dunia bersampul globe gendut. Simbadda “Si Black Angel” masih berdendang. Perpaduan yang pas! (Menerobos Gelap, PADI **mode on**)


Aku merasa tengah berada dalam arena olahraga. Lawanku adalah malam, dalam lomba lari marathon. Malam mulai terlihat lelah. Ekskresi-biji-nangkanya memberi aroma dingin. Menetes satu-dua. Si tubuh masyarakat-kaum-Negro ini seperti ingin menyerah padaku. Pada mataku yang tak sekalipun ingin tersentuh buta. Ya. Sampai di garis finis. Aku menang! (Menunggu Pagi, Peterpan **mode on**)


Di sini, di sudut hijau kota santri. Tempat dimana setan-setan tak bisa singgah karena takut dengan pamungkas Sang Ustadz. Aku memutuskan ke kota ini, malam ini, agar terhindar dari setan yang menjauhkanku dari Tuhanku.


Di sini, di sudut hijau kota santri. Jauh dari kepenatan Makassar yang pengap oleh interaksi kimia antara zat A dan B yang menghasilkan satu reaksi baru. Bisa AB+ atau AB-. Atau A-B+. Atau AB+-. Atau +-AB. Ah, sudahlah! Pusing amat dengan benda-benda kimia itu!


Sebuah kamar, tiga kali tiga meter. Dua wanita berkisah. Tentang harapan, tentang kekecewaan. Tapi, bukan tentang mereka. Ini tentang perjalanan memaknai kehidupan.


Sepertinya, aku sangat ingin berlama-lama di sini. Mungkin selamanya. Membeli mimpi, lalu memeluknya. Atau menyambut takdir, lalu mendekapnya. Dua wanita itu masih berkisah. Aku kini memberontak, tapi semakin ingin menyambut takdir. Aku dulu memberontak, tapi selalu ingin membeli mimpi. Aku kini dan aku dulu. Saat dua wanita berkisah. Aku semakin yakin bahwa takdirku sekarang adalah menyambut takdir. Terima kasih untuk dua wanita…


Maka merugi orang-orang yang menyerah dan takluk pada kenyataan. Aku menyambut takdir. Maka merugi para pengecut yang sembunyi di balik selimut di atas ranjang reot. Aku menyambut takdir. Maka merugi orang yang dipenuhi ketakutan pada hantu-hantu di balik jendela. Aku menyambut takdir. Maka merugi orang yang bangun tidurnya berteriak menceracau tak jelas. Aku menyambut takdir. Maka merugi orang yang mencerca Tuhan. Aku menyambut takdir. Maka merugi orang yang menganggap dirinya adalah pemenang. Aku menyambut takdir. Maka merugi orang yang lari dari kenyataan dan masalah duniawi. Aku menyambut takdir. Maka merugi orang yang menyambut pagi tanpa senyum, tapi kerut kening. Aku menyambut takdir. Maka merugi orang yang tak pandai membedakan warna. Aku menyambut takdir. Maka merugi orang yang berduka, HANYA-KARENA-CINTA, lalu terpuruk. Aku menyambut takdir. Aku menang! Beri aku penghargaan.


Ya. Aku menyambut takdir. Bersama cinta Tuhan. Bukan cinta setan. Aku benci setan! Apa kau setan? Menurutmu?


Masih di sebuah kamar, tiga kali tiga meter. Dua wanita berkisah.


Tentang kisah. Tentang Tuhan. Tentang remaja. Tentang Tuhan. Tentang mimpi. Tentang Tuhan. Tentang bebas. Tentang Tuhan. Tentang harapan. Tentang Tuhan. Tentang kecewa. Tentang Tuhan. Tentang lelaki. Tentang Tuhan. Tentang harapan. Tentang Tuhan. Tentang keluarga. Tentang Tuhan. Tentang takdir. Tentang Tuhan. Tentang hidup. Tentang Tuhan. Tentang Tuhan. Tentang Tuhan. Tentang Tuhan. Tentang aku. Tentang Tuhan. Tentang dia. Tentang Tuhan. Tentang kau. Tentang Tuhan. Tentang Dia. Tentang Tuhan.

Kontemplasi. Di sujud yang semakin memberatkan kepala beberapa desigram. Pada hati yang semakin rindu. Bergapai-gapai. Aku menyambut takdir. Tentang Tuhan.


Allah!

Allah!

Allah! Allah! Allah!

Allah..

Allah..

Allah! Allah! Allah!

Allah!

Allah!

Allah! Allah! Allah!


Ar-Rahmaan…
Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?



Maka nikmat Tuhanmu manakah yang MASIH kau cari?


//////////////

Aku masih bisa balapan malam ini! Tanpa SIM dan STNK! Kembali ke hijau kota santri. Dua malam, cukup!
Haha!


: Maccoppa, 28 Januari 2010, 1:39:11 Wita

Tidak ada komentar: