Kamis, 26 Agustus 2010
BEBERAPA CATATAN: SEBELUM AKU PERGI
Aku Mulai Mencintaimu di Malam Ke-Sebelas
Aku sebenarnya tak tahu mendefinisikan ini
Mungkin karena doktrin dan justifikasi mereka yang membuatku selalu berusaha menipu dan tertipu
(Mereka lupa bahwa sedang menyelami lautan rahasia terdalam dari duniaku)
Dia? Huh, Bocah Pengecut itu!?
Bintang-bintang seraya menari mendengar suaramu mendayu di balik tembok hitam ―sangat ingin kugusur tembok tipis menerawang itu
Aku seperti ilalang di samping rumah yang tertiup angin sepoi dari atas kepalaku
Malam ke-sebelas…
tiba-tiba saja ingin usiaku lebih muda enam atau delapan tahun agar bisa mendekapmu dari arah yang tak kau duga; yang dewasa, yang pernah ingin mengajakku berdansa di atas angin, yang rajin menyiangi rumput disamping rumah, dan pandai mengumpulkan remah-remah dilatasi memori di ujung kalimat
Untuk kamu: sekali lagi, terima kasih sebanyak bintang
“Aku sangat mencintai lagu-lagu yang kau nyanyikan untukku…”
Sedikit pesan…
Baiklah!
Ayah pernah mengajarkanku bagaimana cara menghitung dengan tepat sudut bulan di langit terhadap hari yang berjalan
“Tinggal kau bagi saja tiga ratus enam puluh derajat dengan sejumlah hari dalam sebulan: dua puluh delapan atau tiga puluh. Kau akan mendapatkan besar sudut bulan yang kau mau. Pandangi saja bulan itu, maka kau akan dapat menghitung, hari keberapa sekarang,” itu kata Ayah tahun lalu.
Saat kau tiba, aku akan pergi pada bulan dengan sudut belasan
Mungkin kau tak akan bisa menghubungiku lagi
Maaf…
Tentang Dua Kaki yang Telah Lama Tak Berpijak
Ada yang berubah pada diriku
Dua kaki yang telah lama tak berpijak, sejak usiaku sembilan atau sepuluh, yang selalu membuatku rindu ―juga satu-satunya alasanku tersenyum, kini terluka
Keduanya demam tinggi, membuat kepala, badan dan tanganku cemas, istirahat tak jelas, meski usia telah semakin menua
Status-ku yang akan (segera) berubah dan status anggota badanku yang semakin jelas, seolah membuat diriku rapuh dan tegar di saat yang sama (kepala dihiasi langit putih dan badan yang tak ragu-ragu ditimpa osteoporosis): ini karena desakan beberapa ideologi yang kadang dilembutkan
Sementara seorang anak laki-laki dari rahimku menunggu waktu untuk dilahirkan ke dunia
Beberapa peristiwa beruntun ingin membuatku menangis haru dan bahagia
Aku bingung akan berada dimana, tapi sore tadi sudah kuputuskan untuk pergi, menuju tempat kembaliku sesaat setelah (mungkin) kau tiba
Kini, tidak ada lagi alasan untuk menyimpan tabungan kecerdasan!
Kedua kaki ini menunggu tanganku untuk membasuh demam dan keringat dinginnya: tunggu aku! Jangan pergi dulu, Sayang!
Setapak Episode
Aku semakin rindu pelukan-pelukan tahun lalu
Entah, aku akan menyaksikan yang mana: janur yang menguning, atau anggota baru yang menanti omelan si gadis kecil yang giginya keropos satu-dua
Mudah-mudahan keduanya saja…
Ah, tinggal menghitung hari ―atau, puluhan sudut pada wajah bulan di langit malam… (EZ)
-Sebelum benar-benar pergi (mungkin kau akan salah mengartikan ini lagi…), 21-26 Agustus 2010-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar