Kamis, 26 Agustus 2010
DIARI YANG TERLUPAKAN (1)
24 Agustus 2010…
Nendenk dan Ridho pulang. Sore tadi, kami bertemu di Ipteks, samping danau. Senang rasanya bertemu dengan mereka. Meski berbeda jurusan dan angkatan, tapi hubungan kami, kurasa bisa menyamakan hubungan atas rasa “sesama fakultas dan angkatan”. Peluk dan cium berbahasa. Ya. Rindu. Hampir dua bulan kami tak bersua. Melihat mereka, aku teringat masa setahun lalu: KKN Profesi Kesehatan Unhas Angkatan 32 Posko 63 Kabupaten Bantaeng.
Hmm. Kisah itu tentu tak terlupakan. Kisah bersama 11 teman yang hampir semuanya tak kukenal. Kami akhirnya harus tinggal serumah dalam tempo tujuh pekan, waktu yang cukup lama. 12 mahasiswa, empat lelaki-delapan perempuan, hidup dalam satu atap bersama dua keluarga di dalamnya. Bisa dibayangkan betapa ributnya rumah itu. Betapa bermakna persaudaraan itu. Betapa beragam kisah itu.
Posko 63 Desa Nipa-Nipa Kecamatan Pa’jukukang, posko kelima terakhir berdasarkan urutan jarak dari perbatasan Bantaeng-Jeneponto, bagiku adalah posko yang sangat ideal. Jarak posko dari kota hanya sekitar 4 kilometer. Di dalam posko tersedia segala fasilitas tempat tinggal yang cukup mewah: televisi, lemari es, dispenser, rice cooker, ruang tamu yang luas. Ditambah dengan posisi strategis pinggir jalan poros Bantaeng-Bulukumba, terletak di depan sebuah SLTA dan lapangan, membuat posko kami gampang ditemukan dan sangat nyaman digunakan sebagai tempat persinggahan bagi teman-teman yang ingin ber”istirahat” di Tanjung Bira, Bulukumba. Jika kita menatap lurus ke depan dari arah gerbang rumah, maka akan terlihat gunung-gunung berjejeran. Di sebelah barat, kurang lebih 500 meter, akan kita temukan pantai yang merupakan garis silaturahim antara pantai Bulukumba dan Jeneponto. Pokoknya, eksotik deh!
Tuan rumah posko kami adalah seorang bapak yang saaaaaaaangat baik hati. Pak Chaeruddin, namanya. Beliau adalah Kepala Desa Nipa-Nipa saat itu. Pertemuan pertama dengannya adalah kesan yang tak tertandingkan untukku (dan ini kuakui dengan sangat jujur saat malam perpisahan), bahwa aku begitu ketakutan dan merinding melihat beliau dengan beberapa alasan yang membuat beliau tertawa terbahak-bahak: aku takut melihat kumisnya yang begitu lebat, perutnya yang buncit dengan sebatang rokok yang ada di tangannya. Kontan, semua peserta malam perpisahan, para staf desa, anak-anak muda dan keluarga Pak Desa serta para tetangga tak bisa menahan tawa mendengar pengakuan itu. Dari situ juga, aku baru tahu, bahwa ternyata Pak Desa pernah disangka sebagai Indro Warkop karena kumis tebalnya itu.
Script 1
Info nama dan posko KKN telah diumumkan. Segala perasaan beradu: deg-degan, gemetar, penasaran, senang. Sedikit berlari, aku mengeja anak tangga menuju lantai 2 FKG. Kucari namaku, lama tak kutemukan. Keringat berdesakan di pori-pori. Cemas. Mencari satu nama diantara hampir seribu nama yang tertera di atas kertas, membuatku khawatir. Jangan-jangan, aku tidak memenuhi syarat untuk bisa ikut KKN karena kurang tinggi…
Bersambung…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar