Rabu, 26 November 2008
Untuk Palestinaku
El Zukhrufy
Senja gemuruh, menampar resah!
Resah?
Ah, apalah artinya...
Tidak ada!
Tanyamu, apa kabar kau?
Huh! Tak usah peduli kami, tolol!
Teruskan saja hidupmu...
Makan bangkai-bangkaiku atau anak-istriku...
Kenyangkah kau? Atau masih kurang?
Tak apa, kami siap memberimu bonus
Istri-istri temanku siap melahirkan makanan untukmu, lebih banyak!
Ya! Aku tak ragu!
Kamu kenyang, kami syahid!
Oh... Apakah saudaraku seiman gemar memakan bangkai?
Selasa, 25 November 2008
Palestina Tak Akan Pergi
Terkutuk! Itu untuk Israel!
Palestina, negeri markas syuhada...
Al-aqsho, masjid agung...
Gaza, tempat segala peradaban dimulai...
Di sana! Leleran darah basuhi kerontang yang meranggas
Potongan daging tertanam
Tapi, negeri itu masih subur
Jangan ada tangis, negerimu tak akan pergi!
Itu janjinya!
Tak ada yang terampas lagi, saudaraku...
Engkau hanya perlu berjuang atau syahid bersamamu...
Pagi, senja atau malam masih tetap menyaksi...
Masih Tentang Dara
oleh El Zukhrufy
Dara kini tertelan curiga, nyata!
Ia tahu, realita tak kan sanggup berspekulasi lagi...
Meski dengan riang yang dipaksakan...
Lalu, senja mengajaknya merenung...
Merenung lagi, lebih dalam
Dan akhirnya,
Dusta akan mengubah senyum menjadi petaka!
Biarlah...
Terserah mereka...
Kamis, 06 November 2008
MALAIKAT HITAM
Malaikat hitam adalah putih yang meng-hitam
Malaikat hitam adalah sinar yang gelap redup
Malaikat hitam adalah deringan-deringan nada yang melagu
Malaikat hitam adalah manik-manik yang menggenang pilu
Malaikat hitam adalah benci yang meranggas kerontang
Malaikat hitam adalah luka yang berdarah nanah
Malaikat hitam adalah seonggok pedih yang menganga
Malaikat hitam adalah aktor penguasa kepolosan dan keluguan
Malaikat hitam adalah dosa termanis yang menodai
Malaikat hitam adalah bayang yang meraja sukma
Malaikat hitam adalah rhapsody bisu yang kelam
Malaikat hitam adalah mimpi yang terpaksakan
Malaikat hitam adalah ilusi dalam harap khayal
Malaikat hitam adalah rindu yang ter-evaporasi
Malaikat hitam adalah pintu cemas yang ber-kamuflase
Malaikat hitam adalah dilema dingin yang beku
Malaikat hitam adalah pinta yang bercabang
Malaikat hitam adalah memory yang membusuk!
Malaikat hitam adalah setia yang sirna, lenyap!
Malaikat hitam kini hilang dan tersesat!
Malaikat hitam adalah kisahku…
Sabtu, 01 November 2008
Tentang Dara
Thursday, Oktober 30 2008
Tentang Dara
Dara merasa asing berada di sini
Lubuk hatinya mengucap aneh untuk suasana ini
Lazimnya, pada seratus purnama lalu
Kariblah ia bersama lazuardi hijau
Semuanya berevaporasi mengiringi rhapsody kesehariannya
Tapi,
Dara sudah terlalu jauh terbang!
Mengangkasa bersama pundi-pundi udara dalam raga
Berkoar-koar, mengepakkan sayap keangkuhan
Dara terlalu jauh terbang!
Entah kemana, untuk siapa, demi apa…
Tekad Dara mampu meninggalkan harap petuah
Yang selalu menghantui rasa berdosanya…
Mimpi yang kian memekakkan telinganya saat bebas mengudara
Dara masih merasa asing di kandangnya,
Dan akan terus terbang jauh bersama ke-aku-annya…
Dara lupa daratan!!
Jumat, 31 Oktober 2008
untitled
hahahahahah....hahahahaha...!!! :-D
ada apa sebenarnya denganku? mengapa aku harus bersedih? kenapa harus merasakan sakit pada hati ini?
huh! sangat lucu, memang..!
lucu?! Tapi mengapa bulir2 bening terasa menetes? Hangat, namun sangat menghujam. ah! aku memang tak bisa lagi menafikkan diri... aku berlagak terlalu kuat dengan keadaaan dan kenyataan ini.
hal ini terjadi tidak hanya sekali, berulang kali... aku harus bisa belajar dari pengalaman lalu. harus! aku terlalu lemah untuk mengambil resiko sepahit ini. pedih! terlalu pedih untuk yang pertama kalinya. Tuhan, andai saja...
Bisakah? Bolehkah aku berandai, Tuhan? Aku mohon, sekali saja...
Biarkan aku mengetahui, beri aku petunjuk, izinkan mata hatiku menyentuh kata2 itu... Berikan kata itu untukku, yakinkan aku... Aku tak sanggup menunggu terlalu lama. Dengarlah pelasku, Tuhan...
Aku ingin mendapat kata itu sebelum waktu mengambilku. Aku ingin malaikat bersayap dan berparuh indah itu datang mengulur senyum yang kurasa paling indah daripada ekor2 merak yang amat gemulai itu, lebih menarik daripada Edensor-nya Ikal, lebih memukau daripada Bunaken...
Tuhan, aku butuh waktu...
Aku butuh jawab...
Kamis, 30 Oktober 2008
sinopsis cerpen LMCR ROHTO 2008 (doakan y...)
Oktober, 10 2008
SINOPSIS CERITA
Sajak baru datang lagi. Tiba-tiba saja, kutemukan ada di dalam tasku. Aku bisa menebak, pasti dari gadis pemilik senyum misterius itu. Gadis itu ternyata juniorku, dua tingkat dibawahku. Jika aku ingin jujur, sebenarnya senyum misterius itu sangat manis. Dipadukan dengan dua kuncir rambut gelombang, mata bening nan indah, memberikan sketsa wanita yang lahir dari rahim Indonesia Timur, semakin menambah pesonanya. Namun, ada satu yang kurang. Ya. Dia adalah gadis yang pendiam. Aku dan dia, sama-sama beku. Tak tahu mengapa, sajak baru ini seolah menjawab pertanyaanku tentang cinta. Apakah ia tahu apa yang kupikirkan? Tidak mungkin!
Hari ini, kulihat ia melangkah gontai di depanku. Sekilas, ia menatapku. Tidak ada lagi senyum itu. Aku rindu senyum itu. Senyum yang mampu mengaburkan bulan. Hanya ada paras kekecewaan saat ini. Hilang sudah keceriaan itu. Punah, terbakar kepatuhan terhadap wasiat moyang kami. Gadisku tidak pernah tahu, aku melebihi kecewanya, sangat.
Kisah ini menggambarkan tentang cinta dua orang remaja yang tak akan pernah bisa diungkapkan. Bukan tanpa sebab, karena mereka terlahir dan dibesarkan dalam ruang hidup “kedesaan” yang sangat menjaga kesucian cinta. Dan mereka harus rela menelan pahit karena mereka tak bisa berbuat apa-apa. Hanya sajak yang bicara…
Oktober, 22 2008
BILA AKU JATUH CINTA*
Ya Allah, jika aku jatuh cinta,
Cintakanlah aku pada seseorang
Yang melabuhkan cintanya pada-Mu
Agar bertambah kekuatanku untuk mencintai-Mu…
Ya Muhaimin, jika aku jatuh cinta,
Jagalah cintaku padanya
Agar tidak melebihi cintaku pada-Mu…
Ya Allah, jika aku jatuh hati,
Izinkanlah aku menyentuh hati seseorang
Yang hatinya tertaut pada-Mu
Agar tidak terjatuh aku
Dalam jurang cinta semu…
Ya Rabbana, jika aku jatuh hati,
Jagalah hatiku padanya
Agar tidak berpaling dari hati-Mu...
Ya Rabbul Izzati, jika aku rindu,
rindukanlah aku pada seseorang
yang merindui syahid di jalan-Mu...
ya Allah, jika aku rindu,
jagalah rinduku padanya
agar tidak lalai aku merindukan syurga-Mu…
ya Allah, jika aku menikmati cinta kekasih-Mu,
janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya
bermunajat di sepertiga malam terakhir-Mu…
Ya Allah, jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang
Menyeru manusia ke jalan-Mu...
Ya Allah, jika Kau halalkan aku merindui kekasih-Mu,
Jangan biarkan aku melampaui batas
Sehingga melupakan aku pada cinta hakiki
Dan rindu abadi hanya kepada-Mu…
Ya Allah,
Engkau Mengetahui bahwa hati ini telah terhimpun
Dalam cinta-Mu,
telah berjumpa dalam taat kepada-Mu,
telah bersatu dalam dakwah pada-Mu,
dan telah berpadu dalam membela syariat-Mu,
penuhilah hati ini dengan Nur-Mu
yang tiada pernah pudar.
Lapangkanlah dada kami dengan limpahan keimanan...
Amiiiiiiiin.... Amiiiiiiiiinn......
Ya Robbal ‘Alamiiiiinn...
dari buku "Bagaimana Mendapatkan Suami Terbaik"
/(^_^)\
puisi_kado milad dr Nazerrrr
Sejam yang lalu, aku berdoa...
"Bunuh rindu ini, Tuhan...
Jangan biarkan aku kalut sepanjang ingatanku padanya..."
Semenit yang lalu, aku berkata pada diri...
"Inikah hidup? Adakah hidup tanpa kerinduan?"
Tuhan...
Aku sampai pada detik ini,
pada satu pinta yang ku eja dalam getar,
lindungi dia Tuhan...
Izinkan kami bertemu
dalam suatu detik
yang akan kami lukis dengan cinta...
Selasa, 14 Oktober 2008
sisi lain sang penjelajah
Monday, Oktober 13 2008
Sepekan lagi. Tinggal hitungan hari. Aku akan menemui kematangan sikap. Dewasa! Tentunya, aku tak boleh bersikap kanak-kanak lagi. Ya. Tak akan ada manja. Bilakah aku mendapatinya?
Menyambut tahun kedua puluh. Jatah mengecapi dunia semakin sempit. Tidak sepantasnya ada hura-hura atau euphoria di atas suka cita. Yang ada hanya muhasabah. Fardiyahi diri dengan amalan. Siapa tahu, sebelum mencapai angka genap hitungan Masehi itu, maut menghadang. Sementara hati ini, indra ini masih berbuat zina. Syirik terhadap hasrat duniawi. Akal dipenuhi pikiran busuk! Mata, tangan, kaki, lidah, telinga. Sudahkah berada di jalan yang benar? Rabb! Ampunilah…
Dua puluh tahun. Akankah terus menuai nista? Dua puluh tahun, bukan belasan lagi. Dua puluh tahun. Ah! Terlalu berat! Tanggung jawab semakin banyak, menumpuk!
Duhai, jiwaku sesak mengingat noda-noda itu. Rabb! Jangan biarkan sesal menguasai diri. Rabb! Ampuni jika hamba tidak sepenuhnya mengabdi. Rabb! Izinkan hamba menemuiMu. Hamba ingin berada bersama orang-orang yang Engkau Sayangi. Tak ‘kan sanggup mata ini membayangkan bertemu dengan Malik sang penjaga tempat manusia-manusia nista itu… Berilah hamba hidayah, hingga saat aku dipanggil, tak ‘kan ada dera…
Duhai, Rasulku… Adakah aku salah satu dari orang yang mendapat syafaat itu?
Ringa mena pu cina, cina ro angi
Ma tua-ma to’I ntawi mbuipu mori
Aina kapea kalampa rawi sambea
Lampa rawi ma rombo, sana kai ba sarumbu
Maina made ti bae kaimu ade
Tiwara ma rada na ncoki iu dei rade
Malaisi au di sana kai ba iu
Amal ibada ma ka neo nduku ra bodo
Rindi ma riu ma da wara ntau taroa
Malanta laba mpa di dula, di dula labo
Tuta tando da, sarumbu toro tando di
Pita ba kapenta-kapenta, umbu ra ba dana…
Ede di iu ba dou, dou ma made
Ncara si cambe na hinara, hinara ba cambo
Tiwara one na raho kangampu di ruma
HAMPA BA SINCI, SINCI WEKI
WEKI DEI RADE…*
*Terima kasih buat KAPENTA WADU… /(.^_^.)\
sisi lain sang penjelajah
Monday, Oktober 13 2008
RABB! AMPUNI HAMBA..
Hati ini terlalu kotor, terlalu banyak hal yang tak pantas menodainya. Meski sepenuhnya sadar, tetapi raga selalu saja coba untuk lari dari bingkai keabdian penuh padaMu. Manusiawi! Futur! Lalu, apa arti pesan terhadap dua orang itu? ”Tak pernah ada alasan untuk tidak menjalankan syariat”. Omong kosong! Aku memang pembual! Merasa diri pintar dan tahu segalanya. Seolah manusia tanpa dosa. Suci? Huh! Itu pasti bukan aku.
Raga ini suka menikmati aib, meskipun nurani (juga hidayahMu) mengajak untuk berontak, melawan, menjauh dari hasil gubahan makhluk yang Engkau sempurnakan. Aku sungguh merindu kenikmatan berada di sisiMu, namun seolah makhluk terlaknat itu terlalu kuat untuk aku hindari. Hati ini terlalu memihak kepada kebathilan. Meski janji-janjiMu itu sudah pasti nyata.
Sebenarnya, aku mengutuk untuk memaknai arti kesepian. Kesepian meracuni keimanan. Aku menyadari itu, dan Engkau pasti mengetahuinya, karena hanya Engkaulah Yang Maha di atas Maha.
Ya. Sepi telah mengajariku untuk mengenal wajah-wajah kotor yang terlihat sangat manis itu. Sesungguhnya, aku sudah sangat rindu, ya Rabb! Seperti doa yang disebar pujangga kata kepada angin. Dan, akhirnya rindu ini menyiksa. Mengalir bersama aliran darah. Menelusup dada. Membuncah relung. Tapi, harus kucoba menafikkan meski dengan peluh keringat, karena realita dan waktu terlalu angkuh untuk mengabulkan hasrat. Ah! Sepi menodai iman.
Tapi, aku juga sesungguhnya takut. Takut jika ternyata rindu yang bergejolak ini malah menghancurkanku. Aku takut rindu ini membawaku pada limbah yang dalam, sedalam-dalamnya. Sedalam samudera api yang tidak hanya menenggelamkan, tapi juga membakar segala keangkuhan kemanusiaanku, adaku.
Pada sebatang pena,
Akan ku antarkan hasrat
Kugoreskan pinta
Agar dibawa angin yang menemani anganku mengangkasa
Kapankah mimpi itu ada?
Rabb!
Pintaku, jawablah...
Mungkinkah ia menanti?
Bilakah ia menemui dan menemani?
Aku tinggal menunggu...
Minggu, 12 Oktober 2008
cerpen baru...
Dia, lelaki (sebagian orang bahkan tidak menganggapnya lelaki) berusia remaja, 17 tahun. Usia yang seharusnya hidup penuh dengan warna. Ya, seharusnya begitu. Usia tujuh belas ditafsirkan sebagai usia yang bukan anak-anak lagi, sudah pantas pacaran, hidup bebas, hura-hura, penuh dengan pemberontakan, atau apapun yang menunjukkan ciri kehidupan remaja. Di usia ini, dia seharusnya sudah menduduki bangku kelas dua SMA. Tapi dia, tidak bisa menggapai semua itu. Bukan tanpa sebab, dan ia sangat menyadari hal itu... (bersambung...)
Lagi-lagi, untuk kesekian kalinya (mungkin sejak ia dinyatakan lulus dan diterima di Unhas), semua orang selalu menyebut namanya. Mungkin aku terlalu berlebihan, tapi begitulah kiranya, begitulah adanya. Setiap hari, setiap saat, nama itu selalu mewarnai kampusku. Dari kalangan manapun itu. Huwah! Aku bosan jika mendengar nama itu selalu disebut, benci! Bukan karena dia musuhku, melainkan ada sesuatu antara aku dan dia. Sesuatu yang dalam, dan tak ada orang lain yang tahu.
Ah! Sebenarnya aku tak perlu bertanya, protes, atau apapun tentang dia. Dia memang terlalu hebat! Hingga jadi bahan pembicaraan semua lapisan civitas akademika Unhas. Dia cerdas. Itu terlihat dari caranya berbicara, apalagi saat berdiskusi dengan teman-teman sepermainannya.
Ya...Ya...Ya... Dia adalah singa bersenjatakan kata!
Selasa, 07 Oktober 2008
Secret Admirer
Kau terus berceloteh, tapi aku tak akan menjawab celotehanmu
(aku hanya akan menjadi pendengar setiamu…)
Kau terus menari, tapi aku tak akan ikut menari
(aku hanya akan menjadi penontonnya…)
Kau terus bernyanyi, tapi aku tak akan menyertaimu bersenandung
(aku hanya akan menjadi pemusiknya…)
Teruslah berceloteh,
menarilah,
bernyanyilah…
Percayalah! Aku betul tak butuh apa-apa
Inginku… mengenalmu lebih jauh
Dengan celotehan, tarian dan nyanyianmu…
Senyuman Nyamuk Kecil
Merindumu; dan tak ada sajak untukmu
Mengingatmu; dan tak ada syair untukmu
Mencintamu; dan tak ada ungkap untukmu
(tak kan pernah!)
Hanya manik-manik bening berbahasakan pilu
Menafikkan pongah dalam sepiku…
Hei!
Ada seekor nyamuk kecil tersenyum
Tatapi egoku – bodohku…
Bukan tanpa sebab, karena ia mengerti
Rindumu, kenanganmu, cintamu:
Adaku tiada padamu…
Selasa, 30 September 2008
munafiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiikkkkkk........................!!!!!
munafiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiikkkkkk........................!!!!!
arrrrrrrrrrrrrrggggggghhhhhhhhhhhhhhhhhh..............................!!
Rabu, 17 September 2008
About Yahudi 'n Palestina
SEJARAH YAHUDI
Seperti telah ditunjukkan di awal, semua tanah Palestina, khususnya Yerusalem, adalah suci untuk orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Muslim. Alasannya adalah karena sebagian besar nabi-nabi Allah yang diutus untuk memperingatkan manusia menghabiskan sebagian atau seluruh kehidupannya di tanah ini.
Menurut studi sejarah yang didasarkan atas penggalian arkeologi dan lembaran-lembaran kitab suci, Nabi Ibrahim, putranya, dan sejumlah kecil manusia yang mengikutinya pertama kali pindah ke Palestina, yang dikenal kemudian sebagai Kanaan, pada abad kesembilan belas sebelum Masehi. Tafsir Al-Qur'an menunjukkan bahwa Ibrahim (Abraham) AS, diperkirakan tinggal di daerah Palestina yang dikenal saat ini sebagai Al-Khalil (Hebron), tinggal di sana bersama Nabi Luth (Lot). Al-Qur'an menyebutkan perpindahan ini sebagai berikut:
Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim", mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. Dan Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. (Qur'an, 21:69-71)
Daerah ini, yang digambarkan sebagai “tanah yang telah Kami berkati,” diterangkan dalam berbagai keterangan Al-Qur'an yang mengacu kepada tanah Palestina.
Sebelum Ibrahim AS, bangsa Kanaan (Palestina) tadinya adalah penyembah berhala. Ibrahim meyakinkan mereka untuk meninggalkan kekafirannya dan mengakui satu Tuhan. Menurut sumber-sumber sejarah, beliau mendirikan rumah untuk istrinya Hajar dan putranya Isma’il (Ishmael) di Mekah dan sekitarnya, sementara istrinya yang lain Sarah, dan putra keduanya Ishaq (Isaac) tetap di Kanaan. Seperti itu pulalah, Al-Qur'an menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim mendirikan rumah untuk beberapa putranya di sekitar Baitul Haram, yang menurut penjelasan Al-Qur'an bertempat di lembah Mekah.
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (Qur'an, 14:37)
Akan tetapi, putra Ishaq Ya’kub (Jacob) pindah ke Mesir selama putranya Yusuf (Joseph) diberi tugas kenegaraan. (Putra-putra Ya’kub juga dikenang sebagai “Bani Israil.”) Setelah dibebaskannya Yusuf dari penjara dan penunjukan dirinya sebagai kepala bendahara Mesir, Bani Israel hidup dengan damai dan aman di Mesir.
Suatu kali, keadaan mereka berubah setelah berlalunya waktu, dan Firaun memperlakukan mereka dengan kekejaman yang dahsyat. Allah menjadikan Musa (Moses) nabi-Nya selama masa itu, dan memerintahkannya untuk membawa mereka keluar dari Mesir. Ia pergi ke Firaun, memintanya untuk meninggalkan keyakinan kafirnya dan menyerahkan diri kepada Allah, dan membebaskan Bani Israil yang disebut juga orang-orang Israel. Namun Firaun seorang tiran yang kejam dan bengis. Ia memperbudak Bani Israil, mempekerjakan mereka hingga hampir mati, dan kemudian memerintahkan dibunuhnya anak-anak lelaki. Meneruskan kekejamannya, ia memberi tanggapan penuh kebencian kepada Musa. Untuk mencegah pengikut-pengikutnya, yang sebenarnya adalah tukang-tukang sihirnya dari mempercayai Musa, ia mengancam memenggal tangan dan kakinya secara bersilangan.
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. (Qur'an, 5:21)
Setelah Musa AS, bangsa Israel tetap berdiam di Kanaan (Palestina). Menurut ahli sejarah, Daud (David) menjadi raja Israel dan membangun sebuah kerajaan berpengaruh. Selama pemerintahan putranya Sulaiman (Solomon), batas-batas Israel diperluas dari Sungai Nil di selatan hingga sungai Eufrat di negara Siria sekarang di utara. Ini adalah sebuah masa gemilang bagi kerajaan Israel dalam banyak bidang, terutama arsitektur. Di Yerusalem, Sulaiman membangun sebuah istana dan biara yang luar biasa. Setelah wafatnya, Allah mengutus banyak lagi nabi kepada Bani Israil meskipun dalam banyak hal mereka tidak mendengarkan mereka dan mengkhianati Allah.
Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mu'min dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Qur'an, 48:26) |
Karena kemerosotan akhlaknya, kerajaan Israel mulai memudar dan ditempati oleh berbagai orang-orang penyembah berhala, dan bangsa Israel, yang juga dikenal sebagai Yahudi pada saat itu, diperbudak kembali. Ketika Palestina dikuasai oleh Kerajaaan Romawi, Nabi ‘Isa (Jesus) AS datang dan sekali lagi mengajak Bani Israel untuk meninggalkan kesombongannya, takhayulnya, dan pengkhianatannya, dan hidup menurut agama Allah. Sangat sedikit orang Yahudi yang meyakininya; sebagian besar Bani Israel mengingkarinya. Dan, seperti disebutkan Al-Qur'an, mereka itu yang: ": telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan 'Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. (Al-Qur'an, 5:78) Setelah berlalunya waktu, Allah mempertemukan orang-orang Yahudi dengan bangsa Romawi, yang mengusir mereka semua keluar dari Palestina.
Tujuan penjelasan yang panjang lebar ini adalah untuk menunjukkan bahwa pendapat dasar Zionis bahwa “Palestina adalah tanah Allah yang dijanjikan untuk orang-orang Yahudi” tidaklah benar. Pokok permasalahan ini akan dibahas secara lebih rinci dalam bab tentang Zionisme.
Zionisme menerjemahkan pandangan tentang “orang-orang terpilih” dan “tanah terjanji” dari sudut pandang kebangsaannya. Menurut pernyataan ini, setiap orang yang berasal dari Yahudi itu “terpilih” dan memiliki “tanah terjanji.” Padahal, ras tidak ada nilainya dalam pandangan Allah, karena yang penting adalah ketakwaan dan keimanan seseorang. Dalam pandangan Allah, orang-orang terpilih adalah orang-orang yang tetap mengikuti agama Ibrahim, tanpa memandang rasnya.
Al-Qur'an juga menekankan kenyataan ini. Allah menyatakan bahwa warisan Ibrahim bukanlah orang-orang Yahudi yang bangga sebagai “anak-anak Ibrahim,” melainkan orang-orang Islam yang hidup menurut agama ini:
Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman. (Qur'an, 3:68)
(sumber: tragedipalestina.com)
Menggapai Hidayah Melalui Kisah
Tuesday, September 16, 2008
BAGAIMANA MEMPENGARUHI DAN “MENGUBAH” ORANG LAIN
Zaman dahulu kala, Kaisar Cina sudah berusia renta dan tak mampu lagi memegang kendali pemerintahan. Beliau memiliki seorang Putra Mahkota. Hanya kepadanyalah dinasti kekuasaan dapat berlanjut, karena putra mahkota yang berumur kira-kira 12 tahun ini adalah putra tunggalnya. Namun, terdapat satu masalah. Putra mahkota menderita penyakit DM (Diabetes Mellitus). Hal itu disebabkan putra mahkota sangat menyukai gula-gula dan tidak akan pernah bisa melepas kebiasaannya tersebut. Padahal, berbagai cara sudah dilakukan oleh sang ayah untuk mengobati anaknya dan juga agar sang putra mahkota dapat menghindari makanan yang manis-manis. Sudah banyak tabib dari segala penjuru yang diundang ke istana. Kaisar yang renta ini, sudah hampir putus asa.
Beberapa hari kemudian, seorang pegawai istana memberitahukan bahwa ada seseorang yang mungkin bisa mengatasi masalah ini, karena orang ini sangat terkenal dengan kepandaian dan kerendahan hatinya.
“Siapa nama orang itu, wahai patih?”, rupanya sang Kaisar sangat penasaran.
“Namanya Imam Ghazali, Baginda”, jawab patih dengan penuh rasa hormat.
“Tolong undang dia kesini. Aku khawatir dengan nasib putra mahkota. Siapa yang akan melanjutkan kerajaan ini selain dia? Aku sudah terlalu tua. Cuma dia harapanku satu-satunya…”.
“Baik, Baginda”.
Akhirnya, tibalah sang Imam di kerajaan yang mewah itu. Tanpa basa-basi, Kaisar langsung menceritakan tentang anaknya pada sang Imam.
“Wahai Imam, tolonglah anakku. Cuma dia harapanku. Apapun akan aku berikan padamu sebagai imbalan jika anakku sembuh”, Kaisar terlihat memelas pada Imam Ghazali.
Sang Imam terdiam. Beliau merenung. Rupanya beliau berpikir, susah juga ya masalahnya, batin sang Imam. Sementara, Kaisar yang menyaksikannya, terlihat heran dan makin putus asa. Akhirnya, dalam waktu yang lumayan lama, Imam Ghazali berkata,
“Izinkan saya membawa serta putra mahkota di kediaman saya. Beri saya waktu sebulan untuk membawanya kembali ke istana. Insya Allah, kebiasaannya akan hilang. Bagaimana?”.
Kaisar nampak ragu. Namun, karena harapan untuk kesembuhan anaknya demikian besar, juga demi melihat kemantapan wajah sang Imam, Kaisar menyetujui hal tersebut.
Singkat cerita, kembalilah putra mahkota ke istana bersama Imam Ghazali. Kaisar sangat bahagia menyambut kedatangan buah hatinya. Dipeluknya anak semata wayangnya. Dalam pelukan sang ayah, putra mahkota mengucapkan sesuatu.
“Ayahanda, ananda janji tidak akan makan gula-gula lagi”, ujarnya mantap. Tentu saja Kaisar terkejut mendengar kata-kata anaknya.
“Benarkah itu, wahai Imam?”, Tanya Kaisar kepada Imam Ghazali yang sejak tadi berada di samping putra mahkota. Sang Imam hanya tersenyum.
Dengan sedikit tidak percaya, Kaisar memanggil seorang dayang dan menyuruhnya mengambil berbagai macam bentuk gula-gula berwarna-warni yang sangat enak, yang juga merupakan makanan kesukaan putra mahkota. Gula-gula tersebut disodorkan di depan putra mahkota. Namun, anak itu dengan tegas menolak semua pemberian ayahnya. Kaisar heran.
“Wahai Imam, sebenarnya apa yang telah engkau lakukan pada anakku? Adakah doa-doa khusus yang kau berikan padanya? Jika benar, ajarkanlah padaku dan pada semua orang di istana ini agar tidak ada orang yang terkena penyakit yang sama di negaraku ini”, ujar Kaisar sedikit mengharap pada Imam Ghazali. Lagi-lagi, sang Imam tersenyum. Dengan bijak, beliau berkata,
“Tidak ada doa atau mantra yang saya berikan pada putra mahkota. Yang pertama yang saya lakukan adalah saya tidak boleh memakan gula-gula selama saya bersamanya. Kemudian, saya menghampirinya. Saya ajak dia duduk di hadapanku, menatap matanya sambil mengusap kepalanya dengan penuh rasa sayang dan berkata, “Anak yang baik, jangan makan gula-gula lagi ya”. Lalu, putra mahkota mengangguk dan berjanji untuk tidak makan gula-gula lagi. Hanya itu yang saya lakukan, Baginda”.
Lagi-lagi, Kaisar terkejut dan heran dengan apa yang terjadi. Dengan hal sesederhana itu, Imam Ghazali dapat mempengaruhi dan mengubah kebiasaan anaknya. Rupanya, Kaisar tidak tahu bahwa dibalik semua itu ternyata sang Imam juga sangat menyukai gula-gula dan berusaha untuk menghindari kebiasaan itu agar bisa memberikan contoh pada putra mahkota.
***
Seorang ikhwan, –dia adalah mas’ul dalam organisasi dakwah di kampusnya- terlihat marah dan putus asa saat mendapati anggota organisasinya tidak memenuhi janji syuro hari itu. Ia sebenarnya sudah berusaha untuk khusnuzan pada ikhwah yang lain, namun karena terlalu lama menunggu mereka dan mungkin juga karena syaitan sedang menguasai hatinya, kemarahannya sudah tak mampu dibendung lagi. Ia beranggapan, teman-temannya sudah tidak ada komitmen lagi dalam organisasi ini. Ia mulai jengkel. Siapa yang patut disalahkan dalam masalah ini? Sempat terpikir olehnya untuk mundur dari posisi dan jabatannya. Dalam hati ia berkata, untuk apa aku ada disini jika tidak “dianggap”? Sami’na wa atho’na sudah tak terdengung lagi dalam hati personil organisasinya. Lalu, siapa yang mau disalahkan?
Sebenarnya, bila kita lebih jeli lagi, kisah Imam Ghazali di atas sangat menginspirasi kita, terutama bagi seseorang yang memiliki amanah sebagai pemimpin seperti seorang ikhwan tersebut. Emang, ada hubungannya?
Ya! Dalam kisah sang Imam dan putra mahkota, dapat memberikan gambaran kepada kita bahwa jika kita ingin mengubah dan mengajak orang lain berbuat baik, terlebih dahulu dan jauh sebelumnya, kita harus mengubah diri kita sendiri. Kita ingin mengajak orang lain membuang sampah di tempatnya, maka seharusnya kita juga membuang sampah di tempat sampah. Kita ingin mengajak orang orang di sekitar kita untuk rajin shalat tepat waktu, maka kita juga harus rajin shalat tepat waktu. Kita ingin mengajak orang lain berbuat baik, maka kita harus senantiasa menghiasi diri dan akhlak kita dengan cahaya kebaikan. Itulah esensi dakwah. Dakwah, yang menurut bahasa berarti mengajak. Mengajak dalam berbuat kebaikan. Fastabiqul khairat!
Sebelum kita memutuskan untuk terjun dalam dunia dakwah, sepantasnyalah kita mempersiapkan diri untuk menjadi teladan (uswah) bagi orang lain, terutama bagi orang yang ingin kita dakwahi, objek dakwah kita. Lihatlah Imam Ghazali. Sebelum beliau mengajak sang putra mahkota untuk berhenti dari kebiasaannya memakan gula-gula, beliau juga harus rela meninggalkan kebiasaannya memakan gula-gula. Dan akhirnya usaha beliau berhasil. Dengan perubahan itu, akan membawa putra mahkota sebagai raja yang tangguh dan sehat nantinya. Tanpa harus dihantui oleh penyakit yang dideritanya. Pikirkan! Cuma karena berhenti makan gula-gula, kekuasaan pemerintahan dinasti Cina tersebut dapat berlanjut!
Terkait dengan sang ikhwan, sebagai pemimpin lebih-lebih harus menunjukkan keteladanan. Untuk kasus di atas, mungkin dia sudah berusaha menjadi teladan dalam hal ketepatan waktu. Tapi, masih ada hal lain yang berhubungan dan berkaitan dengan itu semua. Siapa tahu, masih ada sifat dari sang pemimpin yang tidak disukai oleh ‘anak buah’nya. Karena sifat yang satu dapat mempengaruhi sifat yang lain. Karena satu sifat buruk, dapat men’jelek’kan sifat baik yang lain. Misalnya saja, sang pemimpin itu bersifat otoriter, sok pintar, angkuh, tidak menghargai pendapat orang lain, menganggap dia adalah yang paling tahu segalanya sehingga memandang orang lain dengan sebelah mata (Naudzubillah! Semoga tidak ada aktivis dakwah yang seperti itu) atau sifat-sifat buruk yang lain. Memang sangat sepele, tapi bagi seorang pemimpin, hal tersebut sangat berpengaruh bagi image-nya. Bagi orang yang peka terhadap sifat-sifat tersebut, mungkin akan muak dengan sosok pemimpin seperti itu. Dia akan beranggapan bahwa pemimpinnya adalah seseorang yang bermuka dua. Dia bisa saja bosan dipimpin oleh orang seperti itu. Dan, akhirnya lama-lama, mundur teratur dari barisan dakwah!
Seyogyanya, seorang pemimpin yang baik harus bisa menjadi teladan yang baik (uswatun hasanah, gelar yang disandang Rasul kita tercinta) bagi bawahannya. Tidak perlu menjadi pemimpin sesempurna Muhammad Saw, karena memang kita tidak akan pernah menyamai beliau. Kita hanya harus terus berusaha untuk meminimalisir sifat-sifat buruk yang ada dalam diri, membuangnya jauh-jauh dari kehidupan kita. Berusaha untuk tidak jadi pemimpin yang angkuh/otoriter, menerima pendapat orang lain, siqoh pada bawahannya.
Ikhlas, juga sangat penting. Ikhlas menerima amanah yang diberikan kepada kita, karena dengan diberikannya amanah berarti orang-orang percaya bahwa kita dapat menjadi pemimpin mereka. Jangan pernah menganggapnya sebagai beban, sekalipun. Jika ada rasa tidak ikhlas, sedikit saja, jalan sebagai pemimpin akan disesaki batu cadas. Pun istiqomah, inilah yang paling susah untuk dilakukan dan diwujudkan. Fastaqim, ya mujahiddin! Fastaqim!
Akhirul qalam, semoga setiap kita dapat menjadi khairul imam (pemimpin yang baik), yang dapat mempengaruhi dan mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan, agar hidup bisa menjadi lebih baik. Tidak perlu terlalu muluk-muluk, perubahan yang besar datang dari perubahan yang kecil.
Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Kelak kita akan menjadi jundullah yang tetap istiqomah di jalan dakwah tanpa ada keraguan, semoga! Karena ikhwafillah, dakwah adalah jalan terindah… Allahu Akbar! ^_^
untuk para pencinta
Ya Allah, aku ingin…
Mencintai-Mu, lebih daripada apapun di dunia ini.
Mencintai-Mu, melebihi kecintaanku pada keluarga dan suamiku nanti.
Mencintai agama-Mu, melebihi kesenanganku akan harta,
sebanyak apapun itu.
Mencintai ketentuan-Mu, melebihi kesenanganku,
atas kenikmatan duniawi, senikmat apapun itu.
Ya Allah, aku mohon kepada-Mu…
Jangan Kau buat hati ini bimbang untuk segera menikah,
jika dengan menikah itu dapat mengubah dosa menjadi pahala,
dan mengubah yang haram menjadi halal.
Ya Allah, setelah kesesatanku di masa silam,
cukuplah kini neraka sebagai pengingatku.
Jangan sampai aku menjadi salah seorang penghuninya.
Amin…
*Untaian kalimat, kutipan dari novel
“The Sacred Romance Of King Sulaiman & Queen
(Doa Ratu Bilqis sebelum menjadi istri Nabi Sulaiman)
***
Tanyalah pada pencinta,
bagaimana mereka dengan sabar menunggu.
Demi sesuatu yang mereka perjuangkan.
Betapa mereka terus mendamba,
dan berharap.
Dalam tiap langkah, dalam tiap desah.
Dalam tiap kata, dalam tiap doa…
Senin, 15 September 2008
PUISI SAHABAT
April, 18th 2007 (23:42:30)
A MISSING HEART
Oleh: New “Miftah” Man 2006
Sepi malam; kelam…
Tetes waktu meluncur dan jatuh
Di bumi lain,
Kau berjalan dengan warna yang berbeda
Tiada lagi kata penghabisan…
Adalah perjanjian yang kekal
Jika kau dan aku akan bertemu
Tak bersama,
Tapi jadi penyebar cinta yang SEMPURNA…
Sesekali menyapa
Hati pun terampas…
Kita tinggal tersenyum,
Sepi pun hadir lagi…
May, 21th 2007 (06:16:59)
Oleh: Yayan “Boulevard”
Sang mentari segera bersinar membawa sejuta harapan
Kicau burung pun terngiang di telinga
Sejuknya embun pagi menambah kegalauan hati
Terkadang…
Aku menatap matahari terbit maupun terbenam
Saat hatiku menyangka dirimu telah hadir di hadapanku…
Membawa berjuta-juta rasa cinta,
Membangunkan aku dari tidur lelapku
Harumnya bunga mawar, tak mampu menipu diriku
Yang terlintas hanya sebuah angan-angan yang belum tentu nyata
Akankah aku bisa hadir di dalam hatimu?
Menabur benih-benih cinta,
Memupuk berjuta-juta rasa sayang,
Menuai manisnya madu cinta…
Terkadang aku sadar
Semua itu hanya hiasan mimpi
Kau selalu hadir dalam beragam bunga tidurku,
Kala aku merasa seperti orang yang tersesat di tengah lautan lepas
Terombang-ambing diterjang derasnya gelombang
Mengharapkan dirimu datang menyelamatkanku
Hatiku selalu bertanya…
Siapakah dia?
Apakah dia…
yang di setiap hembusan nafasku selalu terucap namanya?
Apakah dia…
Yang di setiap detak jantungku menyebut namanya?
Aku yakin,,
Pasti DIA…
poetry
Sunday, September 14, 2008
JANGAN ARTIKAN INI CINTA*
Oleh: El Zukhrufy
Kuhaturkan terima kasih
Atas setiap doa yang kau tiupkan dalam jiwaku
Dan aku hanya bisa membalas senyum
Tapi, jangan artikan ini cinta…
Kau tak boleh keliru, karena itu terlarang untukmu, akan menghancurkanmu…
Aku tersenyum, tapi bukan untuk cinta
Jangan berpikir telah mengenalku
Kau tidak tahu apa-apa tentangku
Aku adalah misteri
Senyuman ini, dan pengorbanan yang kuberikan
Ingin kau artikan apa?
Cinta buta, kelemahan, atau kemunafikan?
Aku yakin, hanya aku yang tahu
Aku adalah misteri,
Jangan berpikir kau telah mengenalku
Mungkin aku terlalu muak dan lelah
Atas kemunafikan misteri yang munafik!
Dan jangan pernah artikan ini cinta, sayang…
Karena jagad diri adalah kemunafikan…
*untuk seseorang:
“Sebagian cinta adalah misteri, dan senyuman tak berarti cinta…”
Minggu, 14 September 2008
sharing...
Aku Ingin Jadi Orang Baik, Tuhan...
Bunuh saja aku!!
Lenyapkan aku di bumi ini!
apa aku tak layak ada disini?
Aku ingin jadi orang baik, Tuhan...
Sungguh...
Tapi, mengapa harus ada ujian jika hati berniat baik?
apa memang harus begitu?
Apakah sebelum berbuat sesuatu yang benar, harus diuji dulu?
Ataukah..
aku memang tak layak jadi orang baik?
Ataukah...
aku tidak diciptakan untuk jadi orang baik?
Tapi...
Aku ingin jadi orang baik, Tuhan...
Sungguh...
*untuk seorang adik, maafkan ane y... :(
Kamis, 11 September 2008
my poetry, just read it!
Oleh: El Zukhrufy
Aku hanya sampah!
Berteman debu,
seliweran di koridor-koridor tempat kuliahmu
daun gugur, plastik, kertas-kertas…
entah itu tugas kuliahmu yang tidak sempurna
entah itu surat cinta dari orang yang tidak kau suka
entah itu bukti pembayaran SPPmu semester lalu
entah itu ‘pelampung’ saat ujianmu…
Kau bebankan semua di pundakku
Aku kotor!
Bersanding tikus-tikus got, penuh comberan busuk!
Setiap hari, setiap saat…
Coklat, oranye dan biru…
Warna hidup yang menyapaku
Tak usah pura-pura iba kepadaku
Aku tak butuh itu!
Tak usah pedulikan aku
Aku hanya cleaning service di kampusmu…
BALADA SEORANG CLEANING SERVICE (2)
Masih ingatkah kau, sobat?
Saat kita belajar bersama
Saat kita berlarian di pematang sawah
Dapatkah kau kenang, sobat?
Saat kau terhanyut di sungai desa kita
Airnya deras hampir menenggelamkanmu
Aku segera menyelamatkanmu…
Satu detik lalu aku menyapamu dalam senyum
Namun, aku harus menelan pahit
Acuh, karena kau tak mengenalku…
Atau (mungkin) tak mau lagi mengenangku
Aku harus melihatmu berlalu, congkak!
Kau membuang sesuatu, dengan wajah penuh amarah
bukan di tempatnya, dan aku harus segera memungutnya
karena ini tugasku, nyawaku…
Aku ingin mengatakan sesuatu padamu,
Tak usah mengingat apapun tentangku, sobat…
Aku hanya cleaning service di kampusmu…
BALADA SEORANG CLEANING SERVICE (3)
Kau selalu disitu, di tempat yang sama
Aku tahu itu tempat kesukaannmu
Melihatmu duduk di ruang kuliahmu, nyaman
Dari hari ke hari
Dan aku…
Berteman peluh hingga tak mungkin kau dekati
Menyaksikanmu berjalan dengan pujaanmu,
Hatiku sesak
Namun tak mampu menyalahi takdir ini
Mata kita menyapa
Kau tersenyum manis padaku
Senyum yang tak mungkin hanya untukku
Oh… Kau memang baik, dinda…
Pada siapapun, aku tahu itu
Tapi…
Kau hanya akan remukkan hatiku…
Jangan hiraukan aku, dinda…
Sekalipun, jangan pernah!
Aku tahu aku tak layak menaruh hati padamu
Aku hanya cleaning service di kampusmu…
*Puisi ini pernah dimuat di PK Identitas Unhas
Edisi akhir Agustus 2008
CERPEN_KU...
SAAT CINTA DENDANGKAN LUKA*
Oleh: El Zukhrufy
Kutemukan diriku tersenyum saat kubaca lembar demi lembar metafora kehidupannya. Sungguh, kisah yang sangat mengharukan dan membanggakan. Kata-kata, pun kalimat-kalimat yang digunakan untuk mengisahkan dirinya sanggup membiusku dan memaksaku untuk tidak berpaling sedikitpun dari diary itu. Tanpa ku sadari, telah kubangun bongkah-bongkah kekagumanku untuknya. Kekaguman yang menjadi sangat, menjelma cinta. Saat dia harus memegang amanah yang (mungkin) orang lain tak akan sanggup untuk memikulnya karena terlalu berat untuk dijalankan. Saat dia mati-matian memperjuangkan hak-hak orang lain yang tertindas, menyuarakan isi hatinya yang tidak ingin melihat ketidakadilan terjadi di negara ini, juga kemarahan dan kebencian yang sangat melihat kezaliman yang terjadi di bumi Palestina (“Boikot Israel” adalah kata-kata yang selalu dia utarakan). Saat dia mendapat curahan kasih sayang dari kedua orangtuanya. Saat dia menjalani hari-harinya yang melelahkan. Saat dia mendapatkan penghargaan atas prestasi-prestasinya. Saat bundanya merawat dan mendidiknya dengan penuh kasih sayang. Sungguh..!! Kekaguman dan cintaku berlipat-lipat padanya.
***
Aku melihatnya. Dia tepat di depanku saat ini. Bagaimana tidak?? Sekarang, dia di depan sana sebagai pemateri. Saat menyebut namanya, hatiku bergetar. Khairul Imam, namanya. Nama yang sungguh indah. Wajahnya pun menyejukkan hati setiap peserta. Kata-katanya lugas. Beberapa jenak, aku merasa kagum padanya. Kagum akan bijaknya. Kagum akan wibawanya, retorikanya, bahasa tubuhnya, mata elangnya. Berlebihan, mungkin. Tapi, ini adalah ungkapan kejujuran seseorang tanpa paksaan dari pihak lain. Langkahnya… Senyumnya… Gerak tubuhnya… Pesonanya… Lalu, kurasakan sesuatu yang menggelitik hatiku. Apakah ini??
***
Pagi yang cerah. Allah Yang Esa telah menunjukkan salah satu bentuk kuasa atas ciptaan-Nya.
“Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam…”
Ya. Malam telah berganti pagi. Saatnya burung-burung untuk bersenandung riang, lepas tanpa beban. Saatnya para petani beranjak di tengah kabutnya pagi, menggarap sawah sekedar untuk menyambung hidup. Saatnya para penjual nasi menjajakan dagangannya dari pintu ke pintu asrama mahasiswa. Saatnya para mahasiswa mendapat ideologi baru yang ia yakini dan suatu saat bahkan akan membunuhnya. Saatnya para pejabat menemukan dan merangkai kosakata-kosakata baru, yang menggiurkan telinga untuk menumpuk janji-janji baru yang kian menggunung (aku muak dengan itu semua, masyarakat sudah terlalu kenyang akan janji-janji). Saatnya untuk bergegas melawan waktu yang hanya diciptakan 24 jam sehari, yang terasa begitu singkat bagi mereka yang gila harta. Saatnya untuk bangkit menantang zaman yang semakin sulit untuk dihadapi oleh mereka yang “hina”, mereka yang sepanjang hidup selalu berada di tempat yang sama, kolong jembatan! Mereka yang tidak pernah merasakan hidup enak, bahkan harus akrab dengan perut kosong seharian, hingga tersenyumpun mereka tak kenal lagi. Hingga mati menjadi pilihan terbaik. Ya. Siapapun, apapun kedudukannya, sekarang saatnya beraktivitas…
Selang beberapa hari setelah aksi di depan gedung DPR, dia kembali mengejutkanku dan semakin menambah kekagumanku padanya. Dia berhasil meraih predikat mahasiswa teladan di kampusku. Bersamaan dengan itu, dia juga meraih gelar juara pertama MTQ tingkat nasional. Subhanallah!! Sungguh prestasi yang sangat membanggakan. Sempurnalah sudah sosoknya di mataku. Sosok yang selama ini aku cari, yang aku harapkan bisa menjadi imam yang baik dalam rumah tanggaku kelak, yang bisa membimbingku, yang bisa mengajari dan mendidik buah hatiku dengan penuh kasih sayang dan keteladanan. Sosok yang bisa kujadikan curahan keluh kesahku, yang bisa menemaniku meraih angan-anganku. Seorang yang… Astaghfirullah!! Apa yang kupikirkan?? Segera aku memohon ampun kepada Allah atas apa yang menimpaku.
Dan kemudian aku bingung. Mengapa aku selalu memikirkan dia?? Semuanya selalu terbayang. Suaranya, senyumnya, mata elangnya… Apa yang terjadi?? Haruskah kupungkiri hal ini??
Ya Allah, aku jatuh cinta!
***
Aku masih menikmati dan menyaksikan kisah hidupnya disertai cinta yang kian hari kian menyelubungi rongga dadaku. Kuselami kata-katanya. Aku merasa telah lama mengenalnya, menjadi bagian hidupnya melalui kisah-kisahnya. Kubuka lagi lembar berikutnya. Tiba-tiba, kutemukan secarik kertas. Sebuah surat. Berwarna merah jambu dengan tinta emas. Aku penasaran. Kuberanikan diri untuk membacanya, meskipun hati kecilku mengatakan jangan. Kutelusuri kata demi kata, huruf demi huruf. Kemudian, aku terhenyak! “Akan kukejar waktu untuk membagi cintaku padamu, adinda. Membagi rinduku yang meluap dari hari ke hari. Aku akan selalu menunggumu, cahayaku…”. Surat itu memuat tulisan tangannya, untuk seorang gadis yang dipanggilnya “Tiara”. Seseorang yang tak aku kenal. Surat itu menjelaskan kerinduan yang mendalam untuk ingin bertemu Tiara. Kerinduan yang mungkin juga cinta. Cinta sang Khairul Imam yang hanya untuk Tiara. Dan, aku???
Aku ingin berlari, meninggalkan tempat ini sejauh mungkin. Berteriak menghadap langit yang seakan runtuh menimpaku. Mengapa harus terjadi? Aku hancur. Tersiksa oleh perasaan yang aku ciptakan sendiri. Pedih… Saat harus mengingat lagi senyumnya yang hanya dia berikan untuk Tiara, cahaya hidupnya. Bahwa ternyata aku bukanlah siapa-siapa untuk dirinya, tak pantas untuknya, tak pantas mengharapkannya… Tiba-tiba, aku merindukannya, sangat. Disertai perih menyeruak.
Aku, luka… Aku memandang gelap. Diam. Sunyi. Hitam.
***
Aku baru saja selesai mengemasi barang-barangku, dan hal itu membuat Kak Nisa heran. Kak Nisa, senior yang dulu sekolah denganku di SLTA yang sama, kini kuliah di kampus yang sama – Kampus Merah, kampus kebanggaan dan terbesar di Indonesia bagian timur – Kak Nisa adalah teman seperjuangan, juga sudah ku anggap kakak sendiri.
“Dik, kamu yakin mau cuti semester ini?”, tanyanya seraya tak lepas memandangku.
“Iya, Kak. Adik terlalu capek. Kuliah semester kemarin benar-benar melelahkan. Adik pikir, sekarang saatnya pulang kampung dulu. Adik juga rindu pada ayah dan bunda di kampung”, jawabku dengan penuh kebohongan.
“Apa kamu yakin dengan jawabanmu? Kamu tidak sedang berbohong kan? Kamu ingin pergi bukan karena hal lain kan?”, Kak Nisa menyerbuku dengan pertanyaannya.
“Lho, kok Kakak nanya Adik seperti itu?”
Kak Nisa kemudian meraih tanganku dan mengajakku duduk di pinggir tempat tidur kami berdua. Sekarang, kami berhadapan. Kak Nisa menatapku dalam.
“Adikku sayang, tatap mata Kakak. Jujur pada dirimu sendiri. Kamu ingin pergi karena Khairul Imam kan?”
Aku tersentak, kaget! Hal itu semakin membuat Kak Nisa yakin akan pertanyaannya.
“Dik, kita sudah lama saling kenal. Kita juga sudah lama hidup bersama, sekamar di pondokan ini. Meskipun aku bukan kakak kandungmu, tapi kakak tahu apa yang terjadi padamu, apa yang sedang kau rasakan. Selama ini, kakak hanya bertindak pura-pura tidak tahu”. Hening sejenak.
“Kakak tahu apa yang sedang kau alami, tentang perasaanmu terhadap Khairul Imam. Kakak juga tahu saat kau tidak sengaja menemukan catatan hariannya. Kakak tahu dari senyum dan kerlingan matamu saat kau bercerita tentangnya. Kamu tidak akan bisa menyembunyikan perasaan itu dari Kakak, dan kamu lupa hal itu. Kamu tidak pernah menyadari perubahan besar yang terjadi dalam dirimu sejak kau mengenal Khairul Imam. Kamu terlihat ceria dari hari ke hari. Tapi, semuanya telah berubah saat kau temukan diary bersampul hitam itu, yang ternyata milik Khairul Imam, laki-laki yang menjadi panutan seluruh aktivis dakwah di kampus kita. Dan sekarang, kau semakin terpuruk saat harus mengetahui Khairul Imam telah melamar Tiara…”
Seolah mendapat pencerahan, aku kemudian melepaskan pelukanku dari Kak Nisa. Kata-katanya benar. Sederhana, namun sanggup menyibakkan mendung yang tadinya menyelimuti hatiku. Damai menyusup di relung jiwaku, perasaan yang beberapa saat lalu tak pernah aku rasakan. Perlahan-lahan, ku bentuk lagi puing-puing semangat hidupku.
“Syukran ya, Kak atas semuanya. Kakak benar. Adik tidak boleh terus terpuruk dalam keadaan seperti ini. Kakak telah membangkitkan lagi semangatku. Adik bersyukur telah mengenal Kakak. Adik sayang Kakak”, kataku masih dengan isak namun tidak sehebat tadi.
“Kakak juga sayang sama Adik…”
Kamipun berpelukan kembali. Oh, sungguh! Dekapan yang sanggup membuatku lupa terhadap semua yang telah terjadi. Aku tiba-tiba teringat sesuatu.
“Oh ya, Kak. Adik titip ini buat Khairul Imam...”
“Apa ini?”, tanya Kak Nisa. Rupanya, ia penasaran.
“Tenang saja, Kak. Bingkisan ini isinya bukan bom, kok. Di dalam kotak ini ada diary Khairul Imam dan juga kado untuk dia dan Tiara. Adik minta tolong diserahkan saat acara walimahannya. Bilang saja, dari orang yang beberapa waktu lalu menemukan catatan hariannya dengan tidak sengaja”, kataku sambil menyerahkan bingkisan yang dibungkus kertas berwarna merah muda itu.
“Sekarang, Adik harus segera berangkat. Takut ketinggalan bus”, kataku sambil menatap Kak Nisa.
“Sebenarnya Kakak ingin kamu tetap disini, tapi ini sudah kemauanmu. Cepat kembali ya, Dik. Kakak akan sangat merindukanmu. Dan sebelum Adik pergi, Kakak minta, senyumlah satu kali saja agar Kakak yakin melepasmu, agar Kakak yakin kamu akan baik-baik saja”.
Aku pun tersenyum mendengar permintaannya. Oh, betapa ia menyayangiku…
“Senyummu manis sekali, adikku…”, ucapnya, lirih.
***
Akhirnya, kulangkahkan kaki meninggalkan kota ini, kota yang menjadi saksi bisu perihnya lukaku. Sayup, ku dengar alam mendendangkan nyanyian duka atas kepergianku. Ya. Aku akan pergi, kembali ke kampung halamanku untuk beberapa lama, agar bisa melupakan Khairul Imam. Kubiarkan harapan dan impianku pergi bersama angin sepoi yang menyibakkan jilbab hijauku. Aku yakin, Allah telah merencanakan ini semua untukku. Telah ada seseorang yang diciptakan sebagai pendamping hidupku kelak. Entah aku sudah mengenalnya, bahkan mungkin aku belum melihatnya sepanjang hidupku. Di belahan bumi manapun ia, aku akan menantinya. Dialah yang terbaik untukku.
Ya Rabb… Hamba serahkan hidupku sepenuhnya padaMu. Rezekiku, jodohku dan matiku, Engkau yang mengaturnya, hanya Engkau Yang Maha Tahu, Engkau Yang Maha Menentukan. Maka, berikanlah yang terbaik untukku, ya Allah…
***
Cinta itu, ya Allah…
Pantaskah untukku??
Dia tak pernah menyakitiku, secuilpun…
Tapi, ah…!!!
Sesungguhnya rasa ini yang menyakitiku
Yang mengagungkan keindahannya di sesak dada
Dia tak tahu apa-apa…
Pantaskah aku berharap??
Apa yang kurasakan??
Mengapa??
Perih… Pahit… Luka… Tangis…
Gerimis… Berlinang… Bungkam…
Getaran… Terdiam… Pendam…
(lagi) Tangis… Rindu… Hampa…
Membuncah!! Menyeruak!!
Salahkah aku??
Berdosakah aku??
Hadirnya…
Cintaku…
Siksaku…
*Tulisan ini pernah dimuat di PK Identitas Unhas
Mari Berbagi Motivasi
Oleh: El Zukhrufy
“Menulis, menulis, menulis dan biarkan kata-kata mengalir, mengalir dan mengaliiiir!”. Inilah kalimat yang dinyatakan oleh sang penulis ternama, Pipiet Senja, ketika ada orang yang menanyakan tentang bagaimana agar bisa menjadi penulis yang baik dan profesional.
Pada saat saya diharuskan untuk membuat tulisan ini, jujur saya merasa terbebani karena saya sama sekali tidak pernah benar-benar menulis. Tapi, saya punya modal utama – minat yang besar dalam bidang kepenulisan, itu saja. Soal bisa menulis atau tidak urusan belakangan.
Mengapa kita harus menulis?
Saya ingin mengajak anda untuk sedikit merenungi kalimat berikut:
“Kita bekerja membuat sejarah yang berubah dari masa ke masa. Kita bekerja menciptakan sesuatu yang baru. Dan bila upaya itu selesai, kita sudah harus siap dengan hal baru lainnya. Langkah kita adalah bergerak kedepan, bukan menunggu masa depan menghampiri kita…”
Kalimat bijak di atas merupakan kalimat yang keluas dari mulut seorang Syeikh yang bernama Syeikh Maktoum bin Rasyid Al Maktoum, seseorang yang telah mengubah Uni Emirat Arab dan Dubai menjadi kota Metropolitan dalam waktu kurang dari 20 tahun. Atas prinsipnya ini, beliau akhirnya dapat merubah negaranya menjadi kota metropolitan, dengan membuat gedung tinggi di tengah laut, membuat simulasi salju di dalam ruangan (bayangkan, salju berada di negara gurun). Hal itu semua hanya dilakukan dalam waktu yang singkat, kurang dari 20 tahun! Sebuah prestasi yang luar biasa bukan untuk seorang muslim di zaman seperti ini??
Apa yang membuat kita “takut” menulis?
Seseorang ditanyakan mengapa ia mau belajar menulis? Jawabannya, lumayan mengejutkan, “Saya tidak ingin menjadi penulis hebat. Saya cuma ingin bisa menulis dengan lancar, tulisan enak dibaca dan disukai oleh yang membaca. Hanya sesimpel itu, tapi jauh sekali untuk bisa sampe kesana”.
Kalimat tersebut adalah kalimat yang kemudian membakar semangat Sochiro Honda ketika akan merintis usaha dalam bidang sepeda motor. Dan kita bisa lihat hasilnya sekarang. Secara tidak langsung, meskipun beliau sendiri tidak melihat hasil keringat dan kerja kerasnya dahulu, beliau telah berhasil mewujudkan mimpinya. Meskipun untuk mencapai hal ini, beliau harus mendapatkan perlakuan yang tidak bersahabat dari orang-orang sekitarnya. Menulis juga seperti itu. Kita akan mengalami jatuh bangun terlebih dahulu. Jika kita sudah yakin akan berhasil, pasti kita bisa! Benar tidak?
Lalu, bagaimana caranya agar bisa menulis?
Menurut Andrias Harefa (penulis buku-buku best seller khususnya mengenai Multi Level Marketing), mengarang bisa gampang kalau anda membiasakan diri untuk membaca. Lebih jelasnya, beliau berpendapat bahwa membaca adalah “makanan” pengarang. Jadi, jika kita ingin menjadi pengarang professional, maka kita harus rajin-rajin membaca. Baca apa saja, lalu perhatikan bagaimana alur tulisan itu. Kemudian, cobalah untuk sedikit meniru. Tentu saja bukan hanya meniru, namun juga memodifikasinya. Itulah kreatifitas. Seperti yang diajarkan oleh Mardjuki (seorang penulis kreatif yang cukup dikenal oleh para wartawan di Yogyakarta, saat melatih Andrias Harefa menulis berita dan menerbitkan media alternatif di tahun 1987), niteni, nirokke, nambahi yang jika diartikan (bahasa Jawa) dalam bahasa Indonesia berarti mengamati, meniru dan menambahi. Bukankah jika sudah begitu, menulis bisa menjadi gampang?
Practice makes perfect. Menulis butuh latihan, yang kontinyu tentunya. Jika kita terus berlatih, maka kita tidak akan lagi menemukan kesulitan dalam menulis. Mulailah dengan menulis puisi, misalnya. Puisi tentang apa yang kita rasakan, apa yang kita alami. Selanjutnya, usahakan untuk mengembangkan puisi tersebut menjadi sebuah cerita. Tidak perlu memilih kata-kata yang seperti penulis-penulis professional gunakan. Pilihlah kata-kata yang sesuai dengan hati nurani kita, karena hal tersebut kemudian akan menunjukkan ciri khas kita.
Nah, sekarang tanyakan pada diri anda, apakah anda benar-benar tidak bisa menulis??