Senin, 22 Maret 2010

PERTANYAAN...





PERTANYAAN
(khusus untuk nd)




Sepertinya, beberapa akhir ini, kepalaku akan selalu disesaki oleh pertanyaan-pertanyaan.


Wajar atau tidak?


Aku memulai pagiku dengan kata ini. Aku memulai dialog kita dengan tanya ini. Agar kau tidak bingung, maka akan kubeberkan beberapa fakta. Sebenarnya, tak boleh ada yang tahu tentang ini, meski itu adalah kau. Tapi, aku sudah tak tahan lagi. Setidaknya, ada satu orang yang akan menganggapku masih dalam kewajaran. Aku memilihmu. Wajar atau tidak? Kau tak menjawab pasti. Bagimu, wajar saja. Tapi, kau selipkan kata “tidak wajar” di saat yang lain. Baiklah, aku paham.


Salah atau tidak?


Kadang, aku merasa aku salah. Sangat salah. Tak seharusnya aku begini. Tapi, sisi lainku berkata tidak. Aku hanya jujur berbicara. Aku hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan jawaban yang sangat tepat. Bukankah tidak ada manusia-manusia yang menjadi calon ahli neraka karena jujurnya? Aku yakin, aku tidak salah. Jujur bukan kesalahan, kan?


Keliru atau tidak?


Hampir tidak ada alasan untukku mengatakan ini sebuah kekeliruan. Tapi, untuk yang kedua kalinya, sisiku yang lain mengatakan ini adalah keliru. Aku bingung. Aku dalam kebuntuan. Belum ada jawaban untuk pertanyaan ini. Masih mengambang. Masih sebatas angan seorang manusia. Gadis, apa aku harus mengatakan ini padanya?


Dosa atau tidak?


Ini pertanyaan yang paling tepat, mungkin. Ini pertanyaan terakhir. Sekaligus pertanyaan yang akan menentukan bagaimana dan dimana aku kelak. Bahagia atau tidak. Surga atau neraka. Mungkin aku tak akan merasa ini dosa jika “orang-orang suci” itu tak menjatuhkan justifikasi padaku. Bagi mereka, aku salah. Bagi mereka, aku berdosa. Bagi mereka, aku harus segera bertobat. Mereka semakin menyudutkanku. Dan, Gadis, itu mereka lakukan setiap hari. Aku bisa gila jika menghadapi mereka. Aku seperti bagian dari para pendosa yang siap dihukum mati karena fatwa-fatwa keliru para ulama. Aku tersudut. Aku tercekik. Dan itu aku rasakan sendiri. Gadis, tahukah kau? Inilah lelah yang aku maksud. Inilah lelah yang membuatku ingin mati semalam saja. Aku lelah, Gadis…

Sebenarnya, aku sangat ingin bercerita pada mereka semua tentangku, seperti yang aku lakukan padamu. Tapi, mereka bukan orang yang tepat. Mereka akan menganggap aku pembual. Mereka pasti tak percaya. Kisahku adalah mustahil bagi mereka. Hanya kau yang persis tahu, Gadis. Kau orang yang tepat. Hanya kau yang boleh tahu tentangku. Mereka tak boleh tahu tentang apa yang kudapatkan. Aku harus pandai menjaga apa yang terjadi, agar menjadi pelajaran di masa depanku kelak. Rasulullah berpesan begitu bagi setiap perempuan. Setidaknya, aku tak menyakiti orang lain di belakangnya. Aku tak rela orang itu tersakiti. Orang itu terlalu baik. Kau tahu, kan? Maka, biar aku saja yang terluka.

Tentang dia, mungkin kau ada benarnya. Aku pun merasa begitu.

Gadis, jika suatu hari terjadi sesuatu yang tidak pernah kita inginkan, tolong sampaikan pesanku untuk orang-orang itu. Tolong ceritakan seperti yang aku ceritakan. Tolong bersihkan namaku di depan “orang-orang suci” itu. Jika tak mempan, jika mereka tak percaya dengan kata-katamu, aku masih punya bukti. Buka saja kotak hitam yang kelak aku titipkan padamu. Ia adalah saksinya. Tapi, mungkin ini hanya akan terjadi jika aku dan dia mati. Agar orang-orang itu menyesali satu hal: mereka telah memakan bangkai kami, aku dan dia.


Gadis, terima kasih seluas hatiku untuk waktu yang kau berikan. Terima kasih telah meluangkan keempat matamu untuk melihat bening yang jatuh perlahan. Terima kasih untuk hati yang lapang menerima keadaanku. Terima kasih untuk telinga yang telah mendengar keluhku. Terima kasih untuk bibir yang telah berpetuah tentang hidup. Gadis, kau telah dewasa…

Perjalanan ini memberiku sejuta bahagia. Sekali lagi, terima kasih. Kali ini, untuk pikiran terbaikmu tentangku, meski peluang-peluang untuk berpikir jahat itu sangat ada.


Lain kali, aku akan bercerita lagi. Mudah-mudahan, kau masih ingin mendengar ceritaku…

Terima kasih, Gadis. Aku menyayangimu…



Ez. Istiqomah Land, beberapa saat setelah perjalanan kita ke Pangkep, Maret 2010.
Gadis, lain kali kau harus percaya padaku untuk mengendalikan perjalanan kita. Aku lebih hebat! Tapi, sepertinya, aku memang salah…

Tidak ada komentar: