Jumat, 29 Januari 2010

SEGUMAM AKU YANG BERGUMAM (lanjutan…)







SEGUMAM AKU YANG BERGUMAM (lanjutan…)
Oleh: El Zukhrufy


Pagi kedua. Menyusuri Maros-Makassar tanpa SIM dan STNK (setelah ini, aku akan minta izin Ayah untuk merelakan anaknya memiliki SIM, mungkin juga STNK). Kemarin, butuh 24 menit untuk menempuh perjalanan. Besok harus lebih cepat!

Lagi-lagi, banyak hantu di jalanan. Padahal masih pagi. Mereka berseragam polisi. Sebagian orang menyebut mereka BUAYA. Kebanyakan orang lebih suka CICAK. Mereka melambai-lambai. Kukira akan menahanku. Ternyata, cuma menertibkan jalan. Aman! Awas jika saja berani!

Tak terlalu banyak kisah. Kampus? Kini dipenuhi peluh-peluh mahasiswa yang merengek belas kasih para staf akademik. Urus ini-itu. Tanda tangan, dan kawan-kawannya. Ah! Aku sedikit muak. Sudah delapan semester, aku selalu lupa alur urus-ini-urus-itu. Mungkin karena terlalu ribet. Kuputuskan jalan yang lain. Meski terlampau semangat ingin segera mengakhiri status mahasiswa, justru semangat menuju kampus mengendor teratur. Bahaya!

Hujan. Asyik! Bisa basah-basahan sambil balap-balapan. Berarti harus rela terciprat lumpur dari kendaraan di depan. Hmm, tak apalah…

“Mau ke Maros lagi?”
“Hmm…”
“Hati-Hati, Kak. Jalanan licin”. Itu kata Nendenk. Mukanya terlihat serius.

Hati-hati adalah doa yang mengharapkan kita celaka. Itu bagiku. Aku benci kata hati-hati. Seperti saat di bangku SMA, aku hampir tertabrak truk setelah mendapat “hati-hati” dari ibu. Tapi teman-temanku bilang, aku durhaka!

Malam. Menyusuri “jalan pulang”, rute Makassar-Maros. Tanpa SIM dan STNK! Sesekali si DD 4203 DA bergerak zig-zag. Katanya, ia meniru rekan-rekan lain yang berada sejengkal di depannya. Aku maklum saja. Kuturuti maunya. Sejengkal di depanku, anak-anak muda meraung-raung. Gila! Si Black Angel masih setia menemani.

Lepaskanlah ikatanmu dengan aku// biar kamu senang// bila berat melupakan aku// pelan-pelan saja… (Pelan-Pelan Saja, KOTAK **mode on**)

Lagu ini jadi soundtrack perjalanan. Keren! Liriknya memerdekakan perempuan. Diam-diam, aku ingin sekali bertemu dengan orang yang menggubah syair ini. Aku berhipotesis: jangan-jangan, dia mencuri kisahku, lalu terinspirasi untuk menjadikan kisahku sebuah lagu. Mungkin, aku harus berterima kasih.

Kepalaku penat. Bau durian dimana-mana. Semusim yang membuatku merana. Hidungku kembang-kempis. Aku ingat Muthi. Dia protes, kenapa ada orang di dunia ini yang suka dengan si buah berduri yang sudah-jelek-bau-lagi. Aku sepakat. Sangat! Kutambahkan, anggap kita ini kaum minoritas. Tapi, kaum minoritas selalu lebih menonjol bukan? Muthi dan aku tertawa. Haha! Setujuuuuu…!

Sesekali tergoda pada ranum langsat dan rambutan. Sudah lama tak menikmati aroma tubuhnya. Ingin sekali singgah menyapa mereka yang terlihat “seksi”. Mereka menggoda kerongkongan. Terpikir untuk membawa mereka pulang ke “rumah”. Buah tangan untuk Lisa, Qila, Ibu dan Tante. Urung. Aku harus segera sampai di kota santri. Banyak yang harus kulakukan.

“Kenapa terburu-buru begitu?”
“Tidak juga”
“Memangnya mau kemana?”
“Ke kota santri. Kamu tahu kan?”
“Bodoh! Anggap itu rhetorical questions. Bukankah kota santri tidak terlalu jauh?”
“Benar sekali!”
“Jadi, tidak perlu terlalu buru-buru begitu bukan?”
“Harus! Aku suka ini”
“Hati-Hati. Jalanan becek. Banyak lumpur. Nanti kau terpeleset. Jatuh” (Tuh kan? Kata “hati-hati” lagi!)
“Sudahlah! Kau tak usah cerewet! Turuti saja mauku. Aku yang mengendalikanmu” (Aku jengkel. Si Fit X manggut-manggut)

Aku dan Lisa berkunjung ke rumah Ridho. Untuk pertama kalinya, aku ke rumah orang yang karakternya sangat kukagumi. Tapi, aku kaget, hampir mati. Di depan pagar rumah itu, ada mobil impianku bersandar di sana. Si merah itu terlihat cool! Tunggu saja, aku akan memilikimu!

Ruang keluarga di rumah Ridho. Hampir padat dipenuhi anak-anak. Mereka imut sekali. Ada Dede, Umair, yang lainnya aku lupa. Asyik sekali mereka dengan tontonan yang disajikan TPI. Mereka terlihat antusias. Aku berkata dalam hati, suatu saat kalian mungkin akan menyesal karena telah menyukai sinetron yang para aktor dan aktrisnya berperan di bawah standar rata-rata.

Aku ke kamar Ridho. Lisa bersama Ipa, kakak Ridho. Ibu-ibu itu sepertinya bercerita banyak. Mungkin salah satunya tentang anak masing-masing. Lisa pernah bilang, ibu itu bidadari bagi anaknya. Ah, Lisa. Aku juga ingin jadi bidadari. Aku memandang langit kamar, ingat Tuhan.

Kamar Ridho. Kesan pertama. Bukunya banyak! Kumpulan sekuel, trilogi, tetralogi, limalogi, enamlogi (halah!). Ini salah satu karakter Ridho yang aku suka. Sepertinya ia baru saja membaca buku tentang sejarah Makassar. Hmmm. Katanya, sambil tersenyum, bacaannya mengingatkannya padaku. Tentang Bima, kampungku.

Aku, Ridho, Lisa dan Ipa menuju warung makan pinggir jalan, labelnya Aroma. Ridho bilang, mau online. Kabar terbaru: Warung Makan Aroma sudah punya wireless. Asyik! Sedari pagi tangan sudah gatal ingin posting di blog tersayang. Dapat satu anugrah lagi dari Tuhan. Pertama kalinya duduk nyaman di dalam mobil impian, Suzuki X-Over. Kurasakan getarannya. Sempurna! Aku berterima kasih pada Ridho. Lisa dan Ipa senyum saja.

Banyak hal baru yang kudapat selama kurun dua hari. Aku punya tambahan ibu dan tante. Aku punya “rumah” baru. Aku punya “kampung” baru, si kota santri. Aku punya saudara baru, namanya Lisa. Aku punya keponakan baru yang tambah manis dan tembem, namanya Qila (dia sudah bisa merangkak ternyata. Lisa harus kuingatkan untuk super hati-hati!). Aku punya adik baru, namanya Ridho (mungkin dia akan bilang: Hah! Sejak kapan?). Aku punya kamar baru. Aku punya semangat baru, memiliki Suzuki X-Over yang tampan. Aku punya iman baru. Terima kasih untuk kalian semua. Kalian terlalu baik untuk orang yang tak pernah baik hati sepertiku.

Esok, masih bisa balapan atau tidak. Mungkin semakin banyak BUAYA hantu berseragam polisi. Sepertinya, aku harus menyiapkan banyak uang.

Lain kali, akan kuminta ayah membelikan SIM dan STNK! Agar bisa balapan setiap hari! Haha!

Aku masih menyambut takdir!


:Warung makan Aroma, Maros, 28 Januari 2010, 22:44:11 Wita
Suaminya akan pulang. Mungkin ini malam terakhir balapan. mungkin juga tidak. Nikmati saja.

Tidak ada komentar: