Kamis, 19 Mei 2011

TALKING ABOUT MARRIAGE


Prolog:
Sebenarnya, sangat banyak yang ingin saya tulis dan posting sebelum ini: tentang DVD gratis, perjalanan ke Malino, buku gratis, perjalanan ke Toraja, tentang lelah, dan fenomena-fenomena lain yang saya perhatikan beberapa hari ini. Tapi, sepertinya yang ini lebih mendesak-desak di kepala untuk dituangkan disini, untuk kalian baca.
-----------

Saya mencoba obyektif pada tulisan ini.
Awalnya, mungkin karena beberapa hari ini tiba-tiba banyak pasangan baru yang memberikan undangan demi undangan. Lewat facebook, SMS, juga undangan langsung. Lalu, tiba-tiba juga, banyak pembicaraan yang saya dengar tentang ini.

Di kamar.

Di ruang seminar.

Di ruang rapat.

Di forum diskusi.

Di angkot.

Di fly over.

Di pantai.

Di mobil.

Di rumah makan.

Di mana-mana.


Huh, saya bosan!
Bukan karena saya anti pernikahan. Sama sekali bukan! Hei, saya tidak terlalu gila untuk tidak menginginkan menikah!

Masalahnya adalah, mereka yang membicarakan ini adalah orang-orang yang “tidak tepat”. Anak muda yang menggebu-gebu. “Anak-anak penakut”! Hanya berani membicarakan, tapi tidak mewujudkan!

Saya jadi ingat kata-kata dari seorang teman yang kuliah di jurusan psikologi.

“Terlalu banyak orang yang ingin cepat menikah. Mereka lalu menciptakan dongeng-dongeng pribadi: tentang keindahan pernikahan; betapa kehidupan setelah menikah itu begitu manis. Setelah mereka mengalaminya (kehidupan pernikahan yang mereka kira hanya ada keindahan), akhirnya mereka stress. Tertipu oleh khayalan sendiri”

Ya. Begitu banyak pemuda yang sedang “sendiri” mengira bahwa masalah akan selesai hanya dengan menikah. Padahal, justru, masalah akan semakin banyak dan berat setelah menikah kelak: status berubah, tanggung jawab semakin berat. Saat itu tiba, yang akan menjadi pertimbangan pengambilan keputusan bukan hanya terhadap diri sendiri lagi, melainkan ada orang lain: pasangan masing-masing. Juga bukan itu saja. Seseorang akan mempertanggungjawabkan nama dua keluarga, keluarganya dan keluarga pasangan. Berat!

“Tapi, bukankah dengan menikah, kita bisa menyelesaikan permasalahan bersama-sama? Setidaknya, kita tidak menyelesaikan permasalahan kita sendiri, kan?”
--------------


Intinya, menikah itu butuh kesiapan bagi para pelakunya agar tidak hanya memikirkan enaknya saja. Menikah itu butuh banyak kesiapan. Siap mental. Siap batin. Siap hati. Siap dewasa. Siap menghadapi masalah. Siap susah. Siap cari nafkah. Siap me-manajemen harta. Siap mengurus anak (jika ada). Siap lelah. Siap berbagi. Siap menanggalkan egois. Siap berkeringat lebih banyak. Siap menemani. Siap menadahkan air mata. Siap menjadi sandaran. Siap selalu merindukan dan dirindukan. Siap bertanggung jawab. Siap menjadi tempat berkeluh kesah. Siap ditinggalkan (jika harus pergi). Siap segalanya.

Nah, jika sudah siap, silakan menikah.
Jika pun tidak siap untuk salah satunya, silakan menikah juga. Asal kelak, jangan mengeluh dengan alasan ketidaksiapan Anda.
----------------

Bagi pernikahan yang belum berlangsung, akan berlangsung, baru berlangsung, telah berlangsung, dan telah lama berlangsung, saya doakan semoga hanya ada kedamaian dalam pernikahan Anda. Aamiin.


PS:
Tulisan ini dikhususkan untuk orang-orang dan keluarga-keluarga yang saya sayangi

10 komentar:

BLACKBOX mengatakan...

iya sih, tp gak tw knp sy ngebet pengen nikah nih, hehehe

Tiara Putri mengatakan...

wah keren...emang menikah itu banyak pertimbangannya ya. maka dari itu harus menikah dengan niat yang tepat dan semata-mata untuk mencari ridho Sang Pencipta hhehhe

Pipi mengatakan...

hmmmb..
nikah oh nikah..
sy nda main2 loh tun dgn coment postingan di bloof td mlam..

tak lengkap rasanya klo cuma menghasut sy ke jlan kbenaran itu tanpa...

hohoho :))

Muhamad Ratodi mengatakan...

menikah atau pernikahan adalah tentang kesiapan..tapi bkan kesiapan versi manusia yang jadi ukuran tapi kesiapan menurut Alloh SWT...

mereka yang menikah muda belum tentu lebih buruk dengan mereka yang menikah pada usia "standard" :D

Hoeda Manis mengatakan...

Hmm, gak nyangka kamu bakal nulis ginian. Hehe..

"Intinya, menikah itu butuh kesiapan bagi para pelakunya agar tidak hanya memikirkan enaknya saja. Menikah itu butuh banyak kesiapan. Siap mental. Siap batin. Siap hati. Siap... etc."

Kayaknya kok aku belum siap yah? Hidup sendiri aja asyik, ngapain repot2 nyari kesusahan? :D

Perempuan Semesta mengatakan...

@BlackBox::
hayuk, atuh... segera wujudkan niatnya, hihihi...

Saya doakan selalu buat Fadhli.. :)

Perempuan Semesta mengatakan...

@Tiara:
yup! makasih pujiannya.. :D

Nikah emang harus siap deh..

Perempuan Semesta mengatakan...

@Kak Phipi::

ho-oh, Kak... ntar saya berusaha untuk wujudkan... heheh

maunya yang seperti apa, Kak? Biar ntar saya senter2 supaya berkilauan... hoho

Perempuan Semesta mengatakan...

@kak Todi:

wah, wejangan manis buat yang belum menikah dari yang sudah menikah... :D

Perempuan Semesta mengatakan...

@Bang Hoeda::

hehe, lagi agak kesel aja, Bang. Habis dimana-mana "sesuatu" itu ada, makanya ta' posting aja, hehe...

Tapi jangan keseringan sendiri, Bang. Siapa tahu aja, berdua lebih asyik lagi. Hoho
*wink