Selasa, 01 Maret 2011

JALANAN YANG MEMBUAT SAYA SEPERTI SELALU JATUH CINTA

(untuk mereka yang menyukai jalanan dan sebagian besar hidupnya adalah “jalanan”)

Hanya ingin berbagi tentang cerita ini.
Pernahkah Anda merasa nyaman dan ingin berlama-lama pada sebuah jalanan yang Anda jumpai? Saya hampir selalu merasakan itu. Tentu saja. Karena hidup saya sekarang sebagian besarnya adalah melewati jalan yang sama. Dan jika saya melewati jalanan ini, saya selalu merasa istimewa dan…jatuh cinta. Saya akan berusaha untuk melewati moment yang sebaik-baiknya di rengkuhan bahu jalanan ini.

Jalanan Camba
Ini adalah jalanan ekstrim yang menghubungkan beberapa kabupaten di Sulsel. Sangat berkelok-kelok dan menegangkan. Tapi seru. Bagi orang-orang yang menderita penyakit “mabok perjalanan”, mungkin akan berkata bahwa jalan ini adalah hantu yang menyeramkan. Bagaimana tidak, begitu banyak tikungan tajam, juga jurang yang tersenyum manis menanti mangsa di sisi jalanan ini. Kendaraan yang bergerak zig-zag akan menguras isi perut para “pesakit” itu. Dan saya? Hm, saya hanya cukup menutup mata, mengikuti irama tarian kendaraan, sambil sesekali menikmati indahnya alam ciptaan SangMaha. Goncangan kendaraan pada jalanan ini serupa irama debaran hati saat saya berhadapan dengan kekasih yang mana coba? (ini adalah resiko jadi penulis, sedikit romantis, haha). Oya, jalanan ini pertama kali saya lalui saat berstatus Maba, akhir tahun 2006.

Jalanan Sinjai Utara – Sinjai Selatan
Saya mengenalnya akhir tahun lalu, tepatnya di bulan favorit saya, Oktober. Berada disini rasanya seperti perasaan orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama, love at the first sight. Kenapa? Saya sebenarnya (sejak bertemu dengan jalanan Camba), sangat ingin mencoba menaklukkan jalanan berkelok-mendaki-berjurang dengan mengendarai motor. Ceritanya, saya tertantang, apakah saya cukup tangguh menghadapinya. Nah, jalanan ini adalah tempat pertama untuk membuktikan kemampuan saya sebagai Valentina Rossa *tentang ini, saya akan menulis secara lengkap kapan-kapan, hehe*. Ternyata, cukup menegangkan. Suatu saat, saya akan melakukan hal yang sama pada jalanan Camba tadi. Karena setidaknya, saya menganggap, jalanan ini adalah miniatur “si pendekap jurang”, jalanan Camba yang sangat manis, seksi dan menggoda itu. :D

Jalanan Poros Maros – Pangkep
Bisa dibilang, jalanan ini adalah trek lurus yang gak ribet dan gak neko-neko. Tapi, bukan berarti tanpa tantangan, lho. Jalanan ini adalah jalanan terjauh pertama yang saya lalui seorang diri dengan mengendarai motor. Ini terjadi di awal bulan Agustus tahun lalu saat saya akan menghadiri pernikahan senior di Pangkep dan dikontrak sebagai fotografer. Saya ingat sekali, itu terjadi di hari Jumat, selepas siang. Seperti hati yang tak salah memilih cinta meski hanya pada pandangan pertama, saya cukup bangga karena sama sekali tidak tersesat sampai di tempat tujuan. Tantangan selama perjalanan adalah berburu angin, menggenggam kecepatan dan melaju. Serasa melayang. Seperti terbang bersama kekasih di nirwana. Halah!

Jalanan “awan”: Flyover
Mengendarai motor di jalanan ini benar-benar serasa terbang. Karena saat berada di pangkuannya, saya merasa memiliki sayap: berada lebih tinggi dari gedung-gedung di sekitarnya. Jalanan ini bagi saya adalah ikon pembangunan Kota Daeng menuju persaingan dengan Ibu Kota. Awalnya, saya menaruh ekspektasi yang tinggi terhadap proyek pembangunan jalan yang memakan waktu sekitar tiga tahun ini. Saya kira, bakal seperti Jembatan Semanggi sono noh. Eh, jadinya malah begitu doang. Pake ambil waktu sampe tiga tahun segala lagi (kayaknya saya harus siap ditimpuk beton sama anak teknik Sipil nih. Emang jalanin proyek gitu kayak gigit jari doang, Tun? Sekate-kate aje, Lu. Hehe). Hm, tapi sebenarnya jalanan ini bikin saya geleng-geleng kepala saat melewatinya, terutama jika kebetulan lewat saat malam apalagi malam Ahad (maaf, istilahnya harus berganti. Ini karena saya hanya ingin terbiasa dan menunjukkan keIslaman saya). Pada malam yang katanya panjang itu, flyover akan diramaikan oleh anak muda berpacaran atau sekadar menikmati pemandangan lalu-lintas di bawahnya. Mungkin tentang ini, saya akan menceritakan secara rinci di lain waktu.

Jalan Sahabat
Nah, ini adalah jalan dimana saya menancapkan bangunan istana saya yang sudah berumur hampir lima tahun ini. Bahasanya ribet yak? Maksud saya, di jalan inilah letak pondokan saya, Istiqomah yang saaaaaaaangaaat saya……. (terserah deh, lanjutannya apa, hehe). Saya merasa, jalanan ini memiliki aroma tersendiri: perjuangan dan kepedihan para pejuang dari kampung, mahasiswa. Di jalan ini begitu banyak mutiara kehidupan yang saya dapatkan, termasuk melihat darah bercucuran dari kepala seorang bapak karena disabet senjata oleh orang yang tak bertanggungjawab. Bagi saya, itu pengalaman yang sangat “istimewa” karena saya hampir parno, tidak mau kemana-mana. Tapi, ibarat kekasih, seburuk apapun dia, jika sudah cinta, ya cinta saja. Tak bisa lepas. Begitulah arti Jalan Sahabat bagi saya.

“Jalan Gugur”

This is it! Nama lainnya adalah Autumn Street (teman saya bilang, nama yang cocok adalah Lorong SanChai, karena mirip sebuah lorong di Serial Meteor Garden). Jika Anda mencari dimana jalan ini berada, saya bisa pastikan anda akan kebingungan-hampir-mati, hehe. Sebenarnya, jalan ini tidak memiliki nama secara resmi, hanya saya saja yang memberinya nama. Jalan Gugur. Kenapa? Karena di jalan ini, sangat banyak dijumpai daun-daun gugur. Sejak pertama melihat jalan ini, saya baru menyadari bahwa saya ternyata sangat menyukai saat dimana daun-daun terlepas dari kehidupannya. Apalagi jika daun-daun itu jatuh tepat di hadapan saya, perlahan, ibarat geliat ulat hijau. Lalu saat itu akan terjadi yang lumayan dramatis: saya berlagak bermain film romantis, mencoba meraih daun jatuh itu. Hoho.

Dari sekian jalanan yang saya sukai di atas, Jalan Gugur adalah jalan yang paaaaaaaaaaaaaaaaaaaaliiiiiiiiing saya cintai. Karena ia ibarat kekasih yang sanggup memberi kedamaian, keteduhan dan rasa sayang yang mendalam. Saat saya melewati jalan ini, saya akan dengan senang hati menghabiskan waktu berlama-lama dalam pelukannya. Jika saya hendak ke suatu tempat yang mengharuskan jalan kaki, saya akan berusaha mencari alasan pada diri sendiri untuk melewati jalan ini. Meski jaraknya akan lebih jauh dan memakan waktu lama. Saking cintanya gitu lho. Lain kali saya akan memperlihatkan scenary dari “kekasih” saya ini. Cakep pokoknya, hehe. Hm, sebenarnya, ada hal lain yang membuat saya semakin menetapkan sense of belonging untuk jalan ini. Saya memiliki kenangan yang tidak bisa saya lupakan di tempat ini dan tidak bisa saya ceritakan lebih detail (sebagiannya telah termuat dalam sebuah sajak tahun lalu). Teman-teman terdekat saya sangat tahu kisah cinta saya dengan jalan ini. Jalan Gugur membuat saya semakin ingin ke Jepang untuk menyaksikan aki, musim gugur disana. :)

===
Oke, mungkin hanya sampai disini cerita tentang “kekasih” yang ada dalam hidup saya. Mengenal mereka memberi saya arti berlimpah. Mereka sangat berharga. Cinta antara kami bukan hanya tentang rasa. Juga tentang memaknai hidup. Jalanan adalah miniatur kehidupan. Kekasihku adalah kehidupanku. Saya mencintai mereka. Esok, saya akan bertemu mereka lagi. Nah, bagaimana dengan kekasih Anda? :)

Copyright © HasanCakep. Februari 2011.

2 komentar:

csdaties mengatakan...

heyy, ternyata jalanan kesukaan kita hampir sama :)
1. jalanan camba dan jalan berkelok-kelok lainnya. pengen coba bawa motor di tempat kaya gitu. kalo Malino, udah pernah :)
2. fly over yg bqn qt fly! wuaah, tengah malam di atas jalan itu, kereeeen!!
3. jalan gugur?? saya nd tw dimana lokasi yg kw maksud it, tp sy suka juga 'jalan gugur'. hehhe... apalagi kalo daun maple! waah, mimpi saya itu! main2 dibawah pohon maple yg daunnya lg berguguran ^^

Anonim mengatakan...

Guys camba salah satu jalan favorite saya...gmna klo Kita sama2 melintasi camba...kebetuln mau berpetualan nie....