Sabtu, 09 April 2011

Serius [gak sih] mau jadi wartawan?



Beberapa hari yang lalu, saya mendapat job dari seorang teman untuk meliput berita sebuah kegiatan. Tentu saja dengan senang hati saya terima. Ini yang saya tunggu-tunggu: turun langsung ke lapangan (emang dari ketinggian berapa?). Lalu, saya menuju TKP sekitar pukul delapan malam. Karena akan bermalam di lokasi, maka bekal mantap disiapkan (sebenarnya gak mantap-mantap amat tuh): Alqur’an, Al-Ma’tsurat, Lithium (netbook kesayangan gue, hehe), pakaian ganti buat besok, alat mandi, buku catatan kecil, kaos kaki (karena hujannya mulai tumbuh dewasa, Bro), jaket kesayangan, plus motor pinjaman dari tetangga kompleks (artinya, jarak per-tetangga-an kami lumayan jauh).
Dan berangkatlah saya.

Tiba di lokasi, saya ketemu teman yang memberikan job ini.

Dia : Oke, kamu langsung saja. Tugas kamu di lantai sana. Nunjuk lantai dua. Dan disana. Nunjuk masjid.
Saya : Wajah innocent. Saya ngapain disana? (pertanyaan bodoh! Tentu saja meliput berita!)
Dia : Mukanya sabaaarrrr banget. Catat semua yang mereka bicarakan. Oke?
Saya : ???!! Bingung, tambah oon. Semuanya?? (emangnya kurang jelas ya?)
Dia : Yep! Masih muka sabar. Duh, ngerti banget nih orang. Ntar kalo udah selesai, langsung ke kamar saja, disana. Nunjuk sebuah kamar. Kamu tidur disana bersama teman-teman yang lain.
Saya : …….. (gak jelas mikir apa)
Dia : Eh, udah makan?
Saya : Udah.
Dia : Serius? Makan dimana?
Saya : Iyya. Tadi makan di warung.
Dia : Oh, baiklah. Selamat bekerja. Beritanya dikumpul besok ya. Pergi.
Saya : Manyun. Menatap punggungnya berlalu. Bingung. Meresapi hujan yang lamat-lamat mulai membuat dingin (halah, mulai deh!)

Di ruangan lantai dua. Kegiatan sudah mulai. Pesertanya mulai ramai. Saya siap-siap mencacat. Tapi… Ampun dah! Saya tidak membawa pulpen! Begini nih, kalau sudah jarang ngampus. Akhirnya, celingukan cari pulpen. Tanya sana-sini, tidak ada (ya iyalah, masa nanya pulpen di bagian keamanan! Kalo pentungan ada! Nasi goreng juga! @$*^&%^$#%$%$%$%!!). Tiba-tiba, saya mengingat sesuatu yang berwajah tampan: Lithium-ku! Aha! Buka ransel, ambil Lithium Cakep. Geser tombol power. Lithium nyala. Di-refresh. Tapi, ada pemberitahuan di bagian battery-nya: 10% remaining! Ommalek! Ah, masih ada harapan. Charger. Buka brankas charger-nya Si Cakep. O, no! Guess what: charger-nya tak ada, saya lupa membawanya. Omona! Wadehek of dis?

Saya lemas. Layu, tak berkembang. How poor I am. Malang sekali, Comrade. I just feel SO LAME. Tapi, saya tidak akan putus asa. Harapan masih ada. Mata saya tertuju pada seorang fotografer yang asyik mengambil gambar. Pikiran jahat datang. Bibir saya sedikit mekar. Saat si fotografer hendak keluar ruangan, saya mencegatnya, dengan muka yang sangat konyol.

Saya : Misi, Kak. Malu-malu. Errrr, saya bisa pinjam pulpennya gak?
Dia : Mukanya nyenengin banget. Ramah. O, bisa. Membuka ransel, ambil pulpen. Nih. Pake senyum loh, hehe.
Saya : Errr, tapi saya… (sok gugup dan gak enak hati) make-nya mungkin agak lama, Kak.
Dia : O, gak pa-pa. Ntar kasi aja ke tim media yang di ruangan sebelah ya.
Saya : Mmm, sebenarnya, saya juga dari tim media, Kak.
Dia : O, ya? Ekspresi sangat tak percaya. Mungkin dalam hatinya berkata, “Gak persiapan banget nih, anak”. Temannya siapa?
Saya : A***, Kak.
Dia : Ooo. Diam sejenak. Ingin pergi. Eh, ada kendala?
Saya : Gak ada, Kak. Cuma ini. Nunjuk pulpen.
Dia : Ooo, Cuma PUL-PEN… Kata “pulpen” diucapkan dengan tekanan. Wajahnya bikin saya pengen malu (Hoho, malu kok pengen?)
Saya : Hehe. Nyengir manis (hueekk!)
--------------------------------

Dan begitulah. Mengingat kejadian itu, saya ketawa-ketawa sendiri. Awalnya merasa mantap mendapat kepercayaan jadi jurnalis. Ternyata rumit juga. Tapi saya berusaha enjoy, karena ini yang saya mau. Kayak semacam passion lah. Hehe.

Beberapa hari berikutnya, saya bertemu dengan fotografer itu. Mumpung ketemu, saya ingin mengembalikan pulpennya, karena waktu itu kelupaan.

Saya : Kak, saya mau kembaliin pulpennya. Kayaknya spesial ya. Nunjuk pulpen, karena ada tulisan Malaysia-nya.
Dia : O, iya. Pulpennya gak dipake kan?
Saya : He-eh. Jelek soalnya. Tintanya bermasalah. Waktu itu, teman saya si A*** meminjamkan pulpennya. Jadinya, si “pulpen Malaysia” ini tidak tergunakan.
Dia : Memang. Buatan Malaysia sih, coba buatan Indonesia. Nyengir.
Saya : Senyum-senyum. Pengen ketawa sebenarnya. Pembenarannya boleh juga.
-----------------------

:D
So long,
Hasan Cakep.

Tidak ada komentar: