Minggu, 17 April 2011

Seseorang yang [baru] aku temukan



Aku tak punya firasat apa-apa untuk hari itu. Yang jelas, hari itu berkah. Aku benar tak menyangka akan menemukan sesuatu.

Angin mengiringiku berjalan. Di sebelah sana, ada siluet yang seolah memanggil.

Saat mendekat terlihat senyum yang mencair karena hari tak hujan dan tak panas. Meski di sebelah sana yang lain, ada iblis yang terlalu asyik menelan udara berwarna kelabu. Tak apa.

Sebenarnya aku belum pernah melihat sosok lembut ini. Tapi semakin mendekatinya, aku merasa telah sangat mengetahui siapa dia, seolah dia adalah kekasihku yang telah lama tak kujumpai.

Hei! Tahukah?

Baru semenit (ah, sekian detik) aku sudah membicarakan apapun dengannya. Apapun. Aku bahkan menceritakan hal-hal yang tak pernah kuceritakan pada angin sekalipun.

Kenapa bisa?

Mungkin aku jatuh hati padanya.

Jangan heran. Ini beda, Kawan! Jangan menyebut ini “love at the first sight”. Ah, aku tak pernah sepakat dengan istilah itu. Ini beda! Karena aku merasa telah mengenalnya. Aku merasa pernah menjalani sebagian besar hari bersamanya.

Dia juga baik. Seperti Mika bagi Indi. Sungguh. Belum lagi senyumnya. Damai. Aku menyukai setiap lekuk pribadinya.

Dia sangat biasa. Tidak tampan. Tidak memiliki lesung pipi. Tidak suka bicara. Tapi jika dia bicara, aku sangat suka mendengarnya. Aku selalu menunggu detik-detik dia mengeluarkan suaranya yang sangat biasa. Sayangnya, suaranya kecil. Aku harus bisa mendengar baik-baik suaranya. Tak jarang, dia harus mengulangi kata-katanya untukku. Dan itu membuatku sedikit tak enak. Tapi aku tetap bahagia begitu.

Ini bukan tentang sesuatu yang menjadi pujaan para serakah. Bukan.

Kau tahu kan, Kawan, ada perasaan yang seolah telah lama tertimbun sebelum bertemu dengannya bahkan untuk pertama kalinya? Kenapa bisa?

Makanya, kini aku disini, merasa kosong saat dia hilang dari terkaman kedua pupilku. Dan aku tahu, terkaman itu mungkin untuk terakhir kalinya. Sungguh, aku sedih. Tapi sebelum dia benar-benar pergi, dia sempat berusaha membahagiakanku, membuatku tersenyum. Ah, seandainya dia tahu kebahagiaan itu membuat hatiku gerimis.

Ya. Aku berpisah dengannya. Mungkin tak akan bertemu lagi. Sebelum itu, aku sempat mengajukan beberapa pertanyaan yang selalu ingin kutanyakan tapi tak pernah bisa menyampaikannya. Aku puas dengan jawaban itu. At least, I did it.

Kami berbeda arah. Dia pergi.

Aku sedih, tapi tak bisa menangis.

Karena entah, aku yakin, akan bertemu lagi dengannya. Disana. Tempat bintang-bintang bersatu.

3 komentar:

Hoeda Manis mengatakan...

Susunan kata-katanya bagus sekali! Aku suka ini...

Disana. Tempat bintang-bintang bersatu.

NIT NOT mengatakan...

wah siapakah dia...hanya angin yang tahu..tapi bagus ceritanya :))

Perempuan Semesta mengatakan...

@Bang Hoeda: hehe, biasa aja, Bang. :)

@Mas Nit Not: makasih, Mas. Saya memang ingin hanya angin yang tahu.. :)